RESTIWATI tak menyangka ia akan menjalani hidupnya tanpa melihat kembali. Ia terlahir sebagai anak yang normal. Namun, pada usia 8 tahun, Resti kehilangan penglihatan akibat dugaan malapraktik di sebuah rumah sakit.
Saat itu Resti yang masih duduk di kelas 2 sekolah dasar ini pergi berobat untuk mengatasi sakitnya. Namun, nahas dokter yang menanganinya ini memberikan obat suntik yang memberi respons birik terhadap tubuhnya.
"Itu terjadi karena malapraktik dokter dulu, keracunan obat. Terjadi sindrom stevens johnson," ungkap Founder Kopi Netra ini.
Sindrom stevens johnson merupakan reaksi alergi yang ditandai dengan ruam dan lepuhan di kulit, lapisan bola mata, rongga mulut, dubur, dan kelamin. Sindrom stevens johnson terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tubuh terhadap obat atau infeksi.
Ia merasakan luka bakar seluruh tubuh bahkan koma selama 2 minggu. Setelah beberapa waktu kondisi fisiknya berangsur sembuh, tidak pada matanya.
Orangtua Resti tentu tidak menerima perlakukan dokter tersebut hingga akhirnya ingin memperkarakan dengan ambil jalur hukum. Namun, hal itu justru tak dilakukan karena fokus pada pengobatan matanya.
"Sempat mau memperkarakan ambil jalur hukum hanya terpecah fokus pada pengobatan, jadi tidak bisa," kata Resti.
Bak tersambar geledek, Resti sedih. Ia bahkan tak masuk sekolah selama 4-5 tahun karena meratapi nasibnya sembari menjalani penyembuhan secara bertahap. Ia juga tidak percaya diri untuk bergabung belajar atau main dengan teman-temannya.
Setelah proses penyembuhan, dokter justru memvonis matanya tidak bisa disembuhkan, baik melakukan operasi maupun donor mata. Penyebabnya sindrom tersebut membuat saluran air matanya kering. Meskipun dilakukan donor, tidak akan berfungsi maksimal.
Dengan mencoba ikhlas dan tegar, Resti bersedia untuk belajar dan mulai mempelajari tulisan braille. Beruntung ibunya berjiwa penyabar. Dia juga seorang guru. Ibunya yang mengajari banyak hal termasuk pelajaran yang selama lima tahun belakangan tidak ia dapatkan. Hingga akhirnya Resti menempuh ujian kesetaraan paket A.
Berbekal semangat dan tak gampang menyerah, Resti menyelesaikan studinya di jurusan Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. Bahkan ia sempat bekerja sebagai telemarketing di sebuah bank swasta. Kini selain menjalankan usahanya di Kedai Kopi Netra, ia menjalani harinya sebagai penulis lepas di salah satu perusahaan kesehatan.
Menurutnya, kunci untuk menjalani semua ini ialah tetap ikhlas dan menerima segala yang ditakdirkan Tuhan meski harus kehilangan anggota tubuh. "Intinya ikhlas menerima semuanya karena itu terbaik menurut Allah. Keluarga pun harus terus mendukung dan memberi kekuatan,” pungkas Resti. (Suryani Wandari Putri/N-1)