FAKULTAS Pertanian Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) kini memiliki program studi pertanian. Peluncuran program studi baru itu dilakukan bersamaan dengan seminar nasional bertema 'Politik Pembangunan Pertanian di Indonesia: Quo Vadis?' yang berlangsung secara hybrid, Kamis (24/2) di Aula FEB UMJ.
Hadir dalam seminar kali ini sebagai narasumber antara lain, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Kementerian Pertanian Prof. Dr. Ir. Dedi Nursyamsi, M. Agr., Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi, SH, Ketua Umum Asosiasi Agribisnis Indonesia Dr. Bayu Krisnamurthi, M. Si, dan Mitra Tani Parahyangan, Sandi Octa, S. S. P., M.M.
Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta Dr. Ma’ mun Murod, M. Si dalam sambutannya mengatakan problem pertanian di Indonesia cukup banyak. "Negara kita adalah negara agraris yang seharusnya masyarakat kita bangga dengan petani. Kedepannya pertanian dapat berperan sebagai sumbangsih aktif kepada masyarakat dan kita harus memperhatikan produk pertanian serta pengemasannya," tegasnya.
Sedangkan Dekan Fakultas Pertanian UMJ Ir. Sularno, M.M mengatakan Fakultas Pertanian UMJ yang lahir pada 1982, menaruh harapan besar dengan adanya prodi agribisnis pertanian untuk mengembangkan sektor ekonomi nasional dari hasil pertanian. "Semoga Fakultas Petanian lebih berkembang lagi dan besama-sama mengembangkan sektor pertanian bersama para petani milennial," ucapnya.
Di sisi lain, Dedi Nursyamsi menjelaskan bagaimana ekspor pertanian pada saat ini menjadi andalan dibandingkan hasil domestik. Meskipun covid-19 muncul, biadng pertanian tetap eksis.
"Apapun yang terjadi, kita harus tetap bertani. Untuk mencapai tujuan pembangunan pertanian ini, Kementerian Pertanian membuat kebijakan untuk menentukan kesejahteraan pangan agar pertanian dapat maju, mandiri, serta modern," jelasnya.
Sedangkan Dedi Mulyadi menyatakan untuk mempertahankan ketersediaan pangan diperlukan penataan ruang secara komprehensif di seluruh wilayah Indonesia. Lahan untuk pertanian tidak boleh diganggu kebutuhan lain seperti perumahan, dan pembangunan lainnya, terutama karena menganggap pertanian tidak menguntungkan secara ekonomi.
Sementara itu, Bayu Krisnamurthi menyatakan daya dukung lahan Indonesia sudah sempit dan membuat kapasitas produksi pertanian berkurang. "Dalam politik pertanian kedepan harapannya bisa membuat investasi petani bisa dipastikan karena petani seringkali merasakan keterbatasan lahan, masalah lingkungan serta perkembangan teknologi. Reaktualiasi politik pertanian Indonesia juga harus memperhatikan kondisi aktual petani dan pertanian Indonesia dan menyeimbangkan program- program pembangunan pertanian”, ucap Bayu.
Sedangkan Sandi Octa Susila, seorang petani milenial menyebut bisnis model ala petani milenial berdasarkan modernisasi dan digitalisasi. Dalam peningkatan nilai tambah, petani milenial juga harus punya strategi yang dijalani.
"Dengan adanya strategi marketing kita dapat memahami segmentasi pasar. Petani jago dalam hal wilayah tapi tidak semuanya jago dalam memasarkan. Petani millenial harus memahami teknologi karena dengan teknologi petani dapat inovatif, adaptif, dan kreatif," jelas Sandi.
Dalam rangkaian seminar dan peluncuran Prodi Agribisnis, juga dilangsungkan juga penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara UMJ dan Kementerian Pertanian tentang Pengembangan Profesionalisme, Sumber Daya Manusia Pertanian melalui Pendidikan, Penelitian, dan Pengembangan Masyarakat. (RO/OL-15)