KENAIKAN kasus harian covid-19 dalam beberapa minggu belakangan ini akibat munculnya varian baru omikron telah menimbulkan berbagai dampakpada berbagai aspek kehidupan.
Selain mendorong diterapkannya kebijakan PPKM level tiga dibeberapa kota di Indonesia, seperti Jakarta dan Bandung, peningkatan jumlah kasus covid-19 akibat varian omicron ini juga memberikan dampak personal bagi masyarakat, lantaran telahmenghilangkan harapan masyarakat untuk kembali hidup normal.
Masyarakat kemudian diharuskan menaati peraturan-peraturan yang mewajibkan mereka untuk membatasi gerak sembari menjalani rutinitas mereka yang menimbulkan rasa bosan dan penat secara terusmenerus.
Sejumlah penelitian bahkan menunjukkan bahwa kesepian dan mengisolasi diri selama pandemi turut menjadi pemicu gangguan kesehatan mental yang banyak dialami oleh mereka yang masih tergolong di dalam kelompok usia produktif.
Baca juga: Empat Upaya Tingkatkan Kesehatan Mental Bidan di Masa Pandemi
Merespons hal tersebut, Bobobox menggelar sesi diskusi virtual pada Senin (21/02) bersama Prita Yulia Maharani, seorang psikolog klinis yang saat ini tengah aktif memberikan sesi konseling online melalui aplikasi Riliv dengan mengangkat tema ‘Building Resilience Through Wellness Tourism’.
Prita melihat bahwa meskipun masyarakat kini semakin menyadari akan maraknya isu kesehatan mental, namun keinginan masyarakat untuk mengunjungi fasilitas konsultasi psikologi masih perlu ditingkatkan.
Hal ini tidak terlepas dari stigma yang sejak dulu telah berkembang di masyarakat dalam mengasosiasikan kunjungan ke fasilitas psikologi denganpenyakit kejiwaan.
“Padahal, munculnya rasa cemas berlebihan, rasa ketidakamanan (insecure), insomnia hingga terbangun tiba-tiba di tengah tidur merupakan beberapa gejala yang mengindikasikan bahwa seseorang tengah mengalami gangguan mental dan perlu segera mengunjungi fasilitas psikologi”, tutur Prita.
Lebih lanjut, perubahan dan ketidakpastian yang terjadi seiring pandemi covid-19 turut memunculkan fenomena baru seperti pandemic fatigue seiring dengan burnout yang juga kerapdialami para pekerja. Hal tersebut tentunya menjadi ancaman baru bagi kesehatan mental masyarakat saat ini.
Padahal, kondisi kesehatan mental seseorang sendiri turut mempengaruhi kemampuan tubuh dalam melawan virus dan penyakit.
“Hal ini juga tidak terlepas dari kemampuan masing-masing individu untuk membentuk ketahanan atau resiliensi yang biasanya didapat dari pengalaman, proses beradaptasi hingga bangkit dari keterpurukan, serta bagaimana individu tersebut menjaga tingkat stres yang dialami," jelasnya.
"Dengan ketahanan atau resiliensi yang baik, seseorang akan terhindar dari segala dampak negatif dari luar seperti pandemic fatigue serta burnout, yang mampu mempengaruhi kondisi kesehatan mental seseorang.” tambah Prita
Sementara itu, keberanian untuk mencari kebahagiaan diri sendiri menjadi salah satu kunci menghindari gangguan kesehatan mental di masa-masa seperti sekarang.
“Melakukan apapun kegiatan yang ingin dilakukan saat itu juga menjadi contoh paling sederhana atas bentuk keberanian seseorang dalam mencari kebahagiaan diri sendiri,” jelas Prita.
Wellness Tourism, sebuah konsep wisata yang bertujuan untuk memberikan pengalaman wisata yang memungkinkan seseorang mendapatkan kesejahteraan fisik, psikologi, dan spiritual, kemudian menjadi alternatif solusi bagi masyarakat.
“Wisata wellness memungkinkan seseorang untuk me-recharge atau mengembalikan energinya kembali, sehingga dapat membantu seseorang untuk lebih siap dan memiliki resiliensi dalam kembali menghadapi pandemi”, tambah Prita.
Ia mencontohkan, dalam psikologi sendiri mengenal sebuah fenomena psikosomatis, di mana gangguan psikis yang dialami oleh seseorang dapat turut mempengaruhi kondisi fisikseseorang.
“Dengan begitu, pikiran yang tenang dapat membantu tubuh dalam membangun imunitas dalam melawan virus”, ungkap Prita.
Untuk mencari ketenangan melalui wisata wellness, Prita juga menyarankan bagi siapapun yang sedang melakukan hal itu agar berusaha meminimalisir interaksinya dengan dunia luaryang kerap dilakukan melalui gawai dan fokus untuk mencari ketenangan diri sendiri.
“Meskipun begitu, frekuensi dan durasi wisata yang diperlukan oleh masing-masing individu sendiri berbeda, mengingat masing-masing individu memiliki rutinitas, beban, dan kesibukan yang juga berbeda-beda satu sama lain”, tambah Prita.
Di sisi lain, sebagai sebuah perusahaan rintisan yang memiliki visi untuk menjadi the world’s finest sleeping lifestyle company, Bobobox sendiri juga telah melakukan usaha untukmeningkatkan pengalaman relaksasi bagi pelanggan.
“Pada Februari 2021, kami meluncurkan Bobocabin, sebuah produk akomodasi dari Bobobox dengan konsep elevated camping yang mengusung pengalaman baru berkemah dengan memadukan penggunaan teknologi Internet of Thing (IoT) dan keindahan alam sekitar”, ungkap CEO Bobobox Indra Gunawan.
Indra mengungkapkan bahwa Bobocabin berawal dari analisisnya terhadap fenomena camping di alam terbuka dan kebutuhan masyarakat akan kenyamanan dan fasilitas penunjang gunamemberikan pengalaman relaksasi yang lebih baik.
Di samping itu, tiap kabin juga sudah dilengkapi dengan fasilitas modern dengan dukungan teknologi IoT untuk mengontrol fitur-fituryang ada didalamnya, seperti smart window, lampu, pintu dan Bluetooth Audio Speaker yangbisa dikendalikan langsung dari ponsel pengunjung.
Sejalan dengan rencana Bobobox untuk menjadi lokomotif baru di industri pariwisata,ke depannya Bobobox berupaya untuk mendukung pengembangan potensi wellness tourism di Indonesia, terutama melalui produknya, Bobocabin.
Pada tahun 2022, Bobobox sendiri telah berencana untuk membangun Bobocabin di sejumlah lokasi baru. (RO/OL-09)