WAHANA Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai, pemerintah masih minim dalam melakukan upaya pengelolaan sampah di sisi hulu.
Hal itu dinilai WALHI tidak sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam Undang-Undang 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yaitu pengurangan dari sumber (pendekatan hulu) dan penanganan sampah (pendekatan hilir).
"Sayangnya, paradigma pengelolaan sampah dari peraturan hingga kebijakan masih berfokus pada penanganan di hilir seperti proyek PLTSa, pemanfaatan sampah menjadi BBM, RDF (Refused Derived Fuel) dan lainnya," kata Pengkampanye Urban Berkeadilan WALHI Abdul Gofar dalam keterangan resmi, Selasa (22/2).
"Sementara pendekatan pengelolaan sampah dari hulu untuk mengurangi sampah terutama plastik melalui peraturan pelarangan plastik sekali pakai, pemberian disinsentif kepada produsen (ritel, manufaktur, jasa makanan minuman) hingga pengurangan produksi plastik di industri petrokimia masih sangat tidak maksimal," imbuh dia.
Padahal, lanjut Gofar, kebijakan pengurangan sampah di sumber dapat mengurangi timbulan sampah dan sekaligus mengurangi sampah tercemar ke lautan. Pengurangan sampah, terutama plastik sekali pakai melalui peraturan kepala daerah (perkada) yang saat ini telah diterapkan di 73 daerah (provinsi, kabupaten dan kotamadya) perlu didorong agar semakin banyak diadopsi.
"Sementara pelarangan atau pembatasan yang sudah berjalan perlu dilakukan monitoring dan evaluating," imbuh dia.
Baca juga: Pelajar Kampanyekan #MariBergerak #KerenTanpaPlastik di Hari Peduli Sampah Nasional
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) pada tahun 2020 memperlihatkan kinerja pengurangan sampah berada pada angka 16,19% atau 5,7 juta ton sampah.
Sementara pada 2021 angka pengurangan sampah secara nasional justru turun signifikan menjadi 14,16% atau 3,2 juta ton sampah.
"Data tersebut hanya dilihat dari sekitar 202 kabupaten/kota atau hanya sekitar 39% dari total kabupaten/kota di Indonesia. Perlu usaha dua kali lipat pada sisa empat tahun mendatang guna memenuhi ambisi pengurangan dan penanganan sampah pada tahun 2025," ucap dia.
Gofar mengatakan, peta jalan pengurangan sampah oleh produsen yang berjalan berdasar Permen LHK Nomor 75/2019 juga perlu dibuka transparansinya kepada publik.
"Agar rendahnya komitmen pengurangan yang dilakukan pemerintah tidak berjalan beriringan dengan rendahnya keterbukaan informasi," tegas Gofar.
Selain itu, WALHI menilai ambisi target pengurangan sampah laut, pengurangan timbunan sampah hingga pengurangan emisi dari sektor limbah dan sampah hanya akan menjadi pepesan kosong jika pengelolaan sampah melalui pengurangan sampah di hulu tak dilakukan dan solusi-solusi semu tak dihentikan.
"WALHI juga mendesak Pemerintah Indonesia untuk menegakkan hukum dengan cara memberikan sanksi tegas kepada para pelaku pencemaran laut, baik dengan sampah cair maupun padat," ucap Gofar.
"Jika Pemerintah memiliki komitmen serius untuk menjadikan laut Indonesia sebagai laut yang sehat dan menajdi warisan yang berharga untuk generasi yang akan datang, laut Indonesia tidak boleh dijadikan tong sampah raksasa," pungkasnya. (A-2)