26 January 2022, 19:53 WIB

Sustainable Coffee akan Jadi Tren di Dunia Kopi Global


Atalya Puspa | Humaniora

MI/Ramdani.
 MI/Ramdani.
Pengunjung mencoba madu klanceng atau kelulut lebah trigona di salah satu tenant peserta Festival PeSoNa Kopi Argoforestry 2022.

SUSTAINABLE coffee akan menjadi tren yang banyak digandrungi pencinta kopi di dunia global. Hal itu diungkapkan oleh General Manager Anomali Coffee Abdul Azid.

"Sutainable coffee tentu akan berhubungan dengan konservasi. Bagaimana pun kopi yang ditanam di area konservasi memiliki kualitas dan cita rasa yang lebih baik," kata Abdul dalam acara bertajuk Agroforestry Community Hub: Kopi dan Konservasi, Rabu (26/1).

Selain itu, kopi yang banyak dicari ke depan ialah speciality coffee. Pasalnya, konsumen kopi di seluruh dunia saat ini sudah mulai memahami banyak hal tentang kopi. Karenanya, mereka tentu akan memilih kopi dengan kualitas baik yang memiliki cupping score di atas 80.

Selanjutnya, ia memprediksi digitalisasi dalam dunia kopi akan semakin melejit pula. Untuk mengikuti tren yang akan berkembang, Anomali Coffee sudah memulainya sejak kini. Dalam penyajian kopi kepada pelanggan, pihaknya bukan hanya mengedepankan rasa kopi yang enak. Namun, mereka juga membagikan pengalaman dari mana kopi trsebut berasal.

"Dari sisi digitalisasi, tentu ke depan kami akan terus mengedukasi tamu untuk tahu kopi ini diambil dari mana, siapa petaninya, siapa yang roastingnya, dan sistem di hulu seperti apa," tutur dia. Karena Anomali Coffee menghadirkan berbagai kopi khas dari daerah-daerah di Indonesia, edukasi tersebut diharapkan Ahmad dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang petani lokal dan area konservasi yang digunakan untuk menanam kopi.

Dalam melakukan penanaman kopi di lahan konservasi, diakui petani lokal bukanlah hal yang mudah. Anggota Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Cibulao Kiryono menceritakan, pada 2002 saat pertama kali melakukan penanaman kopi di wilayah hutan sosial Cibulao, dirinya mendapatkan banyak tentangan dari masyasakat sekitar.

"Di tahun 2000-an, orangtua saya membawa bibit cabutan robusta sekitar 50 pohon. Kemudian kami tanam di bekas lahan longsor di bawah pot kayu. Tujuan kami menanam saat itu supaya lahan tidak longsor dan tidak ada yang merusak lahan," kata Kiryono.

"Mungkin saat itu saya dan keluarga dicap sebagai orang gila. Karena di situ kan bertani banyak sayur-mayur. Tapi kami hanya tanam kopi," lanjut dia.

Namun demikian, dirinya membuktikan bahwa menanam kopi bukanlah hal yang sia-sia. Pada 2016, biji kopi yang ditanamnya memenangkan juara 1 nasional dalam kompetisi kopi kelas robusta. Mulai dari situ, masyarakat sekitarnya sudah mulai berbondong-bondong menanam biki kopi di wilayah hutan sosial mereka.

Saat ini wilayah hutan sosial Cibulao yang seluas 610 hektare telah ditanami biji kopi. Setiap tahun pihaknya menghasilkan 20-30 ton kopi. "Insyaallah pada 2025 hingga 2030 kami akan mencapai puncak panen karena semua sudah tertanam dan 80% bisa produksi," imbuh dia.

Ia menegaskan, penanaman kopi di lahan konservasi bukan hanya memberikan manfaat bagi perekonomian masyarakat. Lebih dari itu, semua makhluk hidup turut merasakan hasil positifnya.

"Ini mata rantai yang saling menguntungkan. Dengan keberadaan kopi di lahan konservasi tentu akan menyelamatkan kita dari berbagai bencana, menyelamatkan hewan-hewan di hutan, dan mengatasi permasalahan pemanasan global," imbuh dia.

Pada kesempatan tersebut, pendamping dari Batang Institute Fitriyani mengungkapkan penanaman kopi di lahan konservasi sangat terasa jelas dampaknya. Dirinya melakukan pendamingan pada masyarakat di Desa Labbo, Bantaeng, Sulawesi Selatan sejak 2004. Pada masa itu, wilayah tersebut tidak memiliki tutupan lahan.

Baca juga: Masyarakat Adat Kini Lebih Berdaya Kelola Hutan Adat

"Lalu pada masa itu kita melakukan pendampingan pada petani untuk menanam kopi. Karena kopi harus ditanam di bawah pohon, tutupan lahan di wilayah tersebut kemudian pada 2014 kembali hijau," ucap Fitriyani.

"Melakukan konservasi itu sangat bernilai. Pendampingan yang kami lakukan untuk memperbaiki lingkungan itu tidak bisa dinilai dari rupiah dan untuk menjamin makhluk-makhluk endemik sekitar hutan desa Labbo. Itu sangat luar biasa," pungkas dia. (OL-14)

BERITA TERKAIT