DI tengah maraknya kasus kejahatan seksual pada anak yang terjadi, Indonesia perlu mengadakan victim impact statement untuk menentukan hukuman yang pantas bagi pelaku.
"Sudah sejak awal tahun 2000-an saya katakan Indonesia perlu mengadakan victim impact statement. Di situlah korban bisa utarakan apa yang mereka anggap sebagai keadilan, termasuk terkait hukuman paling adil yang patut dikenakan ke pelaku," kata Reza Indragiri Amriel, Konsultan Lentera Anak Foundation saat dihubungi, Jumat (20/1).
Ia menyatakan, victim impact statement menjadi bukti pelibatan korban secara langsung dalam menentukan jalannya proses hukum sampai jatuh vonis.
Baca juga : Pemahaman Masyarakat Harus Ditingkatkan terkait Tindak Kekerasan Seksual
Terkait dengan kasus pelecehan anak di panti asuhan wilayah Depok yang dilakukan Lukas Lucky Ngalngola, Reza mengungkapkan, vonis hakim yang menjatuhkan hukuman 14 tahun penjara dan denda Rp100 juta sebenarnya bisa diperberat lagi.
"Dengan status sedemikian rupa, maka sebetulnya tersedia pasal pemberatan, yakni plus sepertiga masa hukuman. Apalagi jika korbannya lebih dari satu dan mengalami guncangan psikis hebat, maka hukumannya bisa mencapai seumur hidup bahkan hukuman mati. Juga ada restitusi, yaitu kewajiban membayar ganti rugi kepada korban," beber dia. (OL-7)