18 November 2021, 16:11 WIB

Pelestarian Mangrove Percepat Ambisi Indonesia Turunkan Emisi GRK


 Faustinus Nua | Humaniora

ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
 ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
Warga menebar jala untuk mencari udang di kawasan hutan Mangrove Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Bali.

SEBAGAI dengan wilayah pesisir yang luas Indonesia menjadi harapan dunia dalam upaya pemulihan lingkungan. Lantas, pemerintah menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030.

Meski Pertemuan Konferensi Iklim COP-26 di Glasgow, Skotlandia, dinilai kurang memuaskan, komitmen Indonesia tetap dipegang. Bahkan, Indonesia berambisi untuk mempercepat target yang telah ditentukan sebelumnya dengan terus memperluas penanaman kembali mangrove.

"Kita sudah tahu dari para pakar bahwa mangrove mengadung 4-5 karbon. Ini bisa mempercepat ambisi target rumah kaca samapi 2030. Harapan kita dengan pulihnya mangrove target bisa segera tercapai," ujar Direktur Pengendalian Kerusakaan Perairan Darat (PKPD) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Sri Handayaningsih dalam konferensi pers Djarum Foundation, Kamis (18/11).

Untuk itu, kata Sri, peran dari semua pihak sangat dibutuhkan untuk turut serta mendukung pemerintah. Dirinya mengapresiasi Djarum Foundation lewat program Dajrum Trees For Life (DTFL) yang sudah menanam lebih dari satu juta mangrove di pesisir utara Jawa Tengah.

Menurutnya, semangat tersebut harus tetap dijaga. Mengingat Indonesia merupakan paru-paru dunia sehingga menjaga dan melestarikan hutan merupakan tanggung jawab bersama bagi kesejahteraan generasi mendatang.

Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa dalam 2 tahun terakhir mangrove di Indonesia menjadi ekossitem yang sangat strategis. Lantas, hal itu juga menjadi perhatian yang luar biasa dari Presiden Joko Widodo dan juga dunia internasional.

"Sebetulnya sudah lama sekali kita melakukan upaya-upaya rehabilitasi tapi delam 2 tahun ini kita benar-benar di dorong bersama untuk berkomitmen mencapai keberhasilan mangrove (target penurunan GRK)," ucapnya.

"Terkait pengelolaan mangrove di Indonesia kita memiliki luas mangrove terbesar dunia. Dari pemutahiran yang dikuncurkan seluas 3,36 juta hektare dimana terluas di dunia dengan 20% mangrove dunia atau 36% mangrove Asia," lanjut Sri.

Luas tersebut juga nengandung biodiversity yang sangat penting untuk dioptimalkan bagi kesejahteraan masyarakat. Artinya upaya pelestarian mangrove tidak hanya semata-mata untuk lingkungan tetapi juga ada keuntungan secara ekonomi bila dikelola dengan baik.

Vice President Director Djarum Foundation FX Supanji mengatakan bahwa sejak tahun 2008 pihaknya sudah memulai inisiasi menanam kembali mangrove. Hingga tahun ini, tercatat lebih dari satu Juta mangrove telah ditanam di Desa Mangkang, Jawa Tengah yang merupakan daerah rawan abrasi dan banjir rob.

"Kami sudah melihat sendiri daerah Mangkang menjadi relatif lebih aman dari ancaman banjir rob selama beberapa tahun terakhir," ujarnya.

Menfaat yang dapat dirasakan tersebut harus menjadi pendoronga bagi semua elemen masyarakat untuk terlibat aktif. Khususnya kaum muda saat ini sudah banyak yang penduli, yang mereka butuhkan adalah arahan.

"Kita semua terpanggil untuk ikut menanam mangrove sehingga masyarakat luas akan bertanggung jawab karena manfaatnya sangat besar," imbuhnya.

"Perjalanan masih panjang dan tentunya tidak dapat kami lakukan sendiri. Kerja selama 13 tahun ini tidak akan berhenti di sini. Kami akan terus bekerja bersama masyarakat dan semua pihak untuk memulihkan dan menjaga kelestarian lingkungan," kata dia

Ketua Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia, Mahawan Karuniasa mengatakan bahwa capaian Indonesia sejauh ini sudah luar biasa. Dibandingkan dengan negara-negara lain, komitmen Indonesia sangat jelas dengan berbagai upaya konkret.

"Kita baru ketemu di konferensi perubahan iklim tapi saya kecewa. Di dunia kita mikir rencananya aja gak nyampai, tapi di sini satu juta sudah tanam," ungkapnya.

Menurutnya, menanam mangrove memang tidak mudah sehingga tidak boleh sembarang menebang. Meski bisa digunakan untuk mendukung ekonomi masyarakat, pilih pilah merupakan langkah bijak yang harus diperhatikan.

"Target sudah kita tetapkan, Indonesia sudah luar biasa 2030. Kita sudah lebih banyak penyerapan. Ini dekade kesempatan kita untuk kembalikan lingkungan dunia. Mari kita lakukan aksi," tandasnya. (Van/OL-09)

BERITA TERKAIT