PENGAMAT kebijakan publik Bambang Haryo Soekartono meminta pemerintah segera mengendalikan harga beras seiring harga jual di masyarakat sangat tinggi, mencapai Rp14 ribu hingga Rp15 ribu untuk beras medium dan bahkan ada yang menyentuh Rp18 ribu.
Anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini mengatakan, lembaga pangan di Indonesia seperti Bulog, Badan Pangan Nasional dan Satgas Pangan seharusnya segera mengambil peran yang semuanya bertanggung jawab untuk menciptakan kedaulatan, ketahanan dan kemandirian pangan.
Baca juga: Puncak Inflasi Pangan Diprediksi Terjadi di 2024
Bahkan Bulog sebagai stabilitator pangan di Indonesia hanya mampu menyerap di kisaran 2% dari total produk yang ada di Indonesia
"Sehingga mayoritas beras kita dikuasai oleh swasta yang dikhawatirkan bisa muncul adanya kartelisasi harga. Lembaga pangan di Indonesia tersebut harus bertanggung jawab langsung kepada Presiden untuk melakukan pengawasan harga dan kualitas sesuai dengan UU No. 7 Tahun 2014, PP No. 71 Tahun 2015 tentang 11 Komoditas Pokok Pangan harus dapat dikendalikan oleh Pemerintah termasuk beras," tandasnya lewat keterangan yang diterima, Selasa (26/9).
Baca juga: Harga Beras di Klaten Masih Bertahan Tinggi
Apalagi, kata pemilik sapaan akrab BHS ini, Indonesia merupakan negara yang mempunyai luasan tanah produktif terbesar di Asia ada sekitar 70 juta hektar, yang dimanfatkan atau diolah seluas 45 juta hektar. Hanya sekitar 7 juta hektar saja sebagai lahan produktif pertanian beras.
Harusnya, lanjut BHS, saat ini Indonesia sudah menjadi negara penghasil pangan terbesar di dunia dan sebagai lumbung pangan untuk kebutuhan domestik dan internasional.
"Saya baru berkunjung ke Malaysia, cek harga beras di pedalaman wilayah Penang pinggiran perbatasan Malaysia yaitu sebesar 2,6 ringgit atau sekitar 9.100 rupiah untuk beras lokal. Harga beras ini merupakan beras kualitas premium dan harga tersebut relatif sama di seluruh wilayah negara Malaysia, padahal Malaysia hanya mempunyai lahan produktif untuk pertanian padi sebesar 648 ribu hektar atau hanya sekitar 0,9% dari lahan produktif di Indonesia," imbuhnya.
Baca juga: Bulog Kalsel Menerima 3.500 Ton Beras Impor
Malaysia, sambungnya, masih mengimpor beras dari India, Pakistan, Vietnam dan Thailand sampai dengan September 2023 dan target tahun ini impor 1,2 juta ton. Kondisi ini tidak berbeda jauh dengan Indonesia.
"Sedangkan, saat saya hadir di Vietnam yang merupakan penghasil beras terbesar urutan ke-5 di dunia sebesar 27,1 juta ton setelah Indonesia sebesar 34,4 juta ton, kenapa harga beras di Vietnam jauh lebih murah dari Indonesia yaitu sebesar 11.250 Dong atau sekitar 7.000 rupiah perkg, padahal lahan pertanian di Vietnam dari 33 juta hektar lahan produktif hanya 3,8 juta hektar yang dipergunakan secara hukum untuk pertanian beras saja" paparnya.
Demikian juga dengan Thailand, kata Anggota Bidang Pengembangan Usaha dan Inovasi DPN HKTI ini, tetap melakukan kebijakan ekspor beras. Bahkan malah meningkatkan dari 7,71 juta ton tahun lalu menjadi 8,5 juta ton tahun ini sampai dengan Agustus 2023. Sedangkan lahan pertanian yang dikhususkan untuk padi di Thailand hanya sebesar 50% dari total 9,2 juta hektar lahan produktif
"Sudah seharusnya pemerintah segera melakukan kajian sekaligus analisa tata kelola pangan di Indonesia agar hasil pertanian khususnya beras bisa diproduksi maksimal di Indonesia sehingga dapat diperoleh masyarakat dengan mudah, harga murah dan kualitas yang baik," pungkasnya. (RO/H-3)