20 September 2023, 08:11 WIB

ADB Ingatkan Risiko Meningkat bagi Negara Berkembang Asia


Wisnu Arto Subari | Ekonomi

AFP/Ted Aljibe.
 AFP/Ted Aljibe.
Seorang pejalan kaki berjalan melewati logo Bank Pembangunan Asia (ADB) yang dipajang di luar kantor pusatnya di Manila.

NEGARA berkembang di Asia menghadapi risiko yang meningkat dari permasalahan sektor properti Tiongkok dan tingginya suku bunga di seluruh dunia. Ini disampaikan Bank Pembangunan Asia (ADB) pada Rabu (20/9/2023) ketika mereka memangkas ekspektasi pertumbuhan regionalnya.

Produk domestik bruto diperkirakan meningkat sebesar 4,7% pada tahun ini. Menurut pemberi pinjaman yang berbasis di Manila itu, angka tersebut sedikit lebih rendah dari perkiraan pada April sebesar 4,8%.

Angka ini lebih cepat dibandingkan pertumbuhan 4,3% yang tercatat tahun lalu. Asia Berkembang mengacu pada 46 negara berkembang yang menjadi anggota pemberi pinjaman multilateral tersebut, mulai dari Kazakhstan di Asia Tengah hingga Kepulauan Cook di Pasifik.

Baca juga: Instacart Tetapkan Harga IPO US$30 per Saham

"Risiko terhadap prospek tersebut semakin meningkat," kata bank tersebut dalam pembaruan perkiraan terbarunya untuk tahun ini dan tahun depan. Ia mencatat bahwa kelemahan di sektor properti Tiongkok dapat menghambat pertumbuhan regional.

Tantangan lain ialah tingginya suku bunga dan ancaman ketahanan pangan akibat fenomena cuaca El Nino serta pembatasan ekspor yang diberlakukan oleh beberapa negara. Inflasi juga diperkirakan turun menjadi 3,6% pada tahun ini dari 4,4% tahun lalu, kata ADB, merujuk pada perlambatan yang terjadi di Tiongkok.

Baca juga: Starbucks Buka Pabrik Senilai US$220 Juta di Luar Shanghai

Bank tersebut memangkas perkiraan inflasi Tiongkok menjadi 0,7% untuk tahun ini dari perkiraan di April sebesar 2,2%. Ada ledakan kegembiraan konsumen setelah Tiongkok, negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia, mencabut kebijakan ketat nol covid-19 pada akhir tahun lalu.

Namun lemahnya konsumsi, krisis besar di sektor properti, dan lemahnya permintaan ekspor Tiongkok telah mempersulit pemulihan. Angka resmi menunjukkan Tiongkok sempat mengalami deflasi pada Juli untuk pertama kali dalam dua tahun terakhir dengan harga turun 0,3% dari tahun ke tahun. Ini pulih kembali pada bulan berikutnya. (AFP/Z-2)

BERITA TERKAIT