PENELITI center of digital economy and SMEs Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Izzudin Al Farras mendorong pemerintah untuk segera menerbitkan aturan larangan penjualan barang impor dengan harga di bawah US$100 atau setara Rp1,5 juta di e-commerce, dengan skema cross border commerce atau lintas negara secara langsung ke konsumen.
Saat ini pemerintah tengah merampungkan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 Tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, sebagai payung hukum agar barang impor di bawah Rp 1,5 juta dilarang dijual secara daring di Indonesia.
"Pemerintah harus segera merampungkan revisi Permendag No. 50/2020 untuk kepentingan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam negeri," ujar Izzudin saat dihubungi Media Indonesia, Sabtu (16/9).
Baca juga : TikTok Menentang Wacana Larangan Transaksi Media Sosial di Indonesia
Ia berpandangan dengan tuntasnya revisi Permendag No. 50/2020 akan membuat produk UMKM lokal lebih terlindungi dengan memberi pembatasan yang lebih ketat pada barang impor.
Barang impor murah diketahui tak hanya beredar luas di e-commerce, namun kian menjamur di platform social commerce seperti TikTok Shop. Dampaknya, UMKM atau pedagang offline memiliki daya saing usaha yang rendah.
Baca juga : Permendag Baru Bakal Pisahkan Izin Medsos dan Social Commerce
Di sisi lain, terang Izzudin, pemerintah juga mest terus melakukan pemberdayaan kepada UMKM agar mampu melakukan produksi dengan lebih efisien, sehingga dapat menjual barang dengan harga terjangkau untuk konsumen.
Pemerintah, lanjutnya, juga dapat terus meminta pelaku e'commerce dan social commerce untuk mengarahkan produk UMKM lokal menuju pasar mancanegara.
"Lalu, aktif membantu UMKM memfasilitasi kegiatan ekspor sebagai bagian dari program pemberdayaan UMKM dari pelaku ecommerce dan social commerce," jelasnya.
Disinsentif
Dihubungi terpisah, peneliti ekonomi dari Indef Nailul Huda mengatakan jika volume barang dari Tiongkok ingin dikurangi, pemerintah harus menetapkan kebijakan disinsentif untuk produk dari Negeri Tirai Bambu.
Pemberlakuan disinsentif itu antara lain membuat product tag atau pemberian label informasi pada sebuah produk. Kemudian, produk impor diusulkan tidak boleh diberikan promo untuk penjualan barang.
"Kalau bisa bisa yang diberikan promo adalah produk lokal dan kalau perlu mereka mendapat bantuan insentif yang luas dari pemerintah," ungkap Huda. (Z-4)