DIREKTUR Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jeffrey Hendrik menjelaskan empat skema mekanisme perdagangan bursa karbon yang akan dilakukan BEI. Pada pasar reguler, skemanya akan seperti perdagangan saham, dimana pengguna jasa dapat menyampaikan bid dan ask.
"Sementara pada pasar lelang, merupakan penjualan satu arah dari pemilik proyek, seperti IPO," kata Jeffrey, Kamis (14/9).
Sedangkan pada pasar negosiasi, jika sudah memiliki perjanjian di luar, dapat ditransaksikan dengan pihak yang sudah konfirmasi melalui Bursa Karbon.
Baca juga : Bursa Karbon Akan Diluncurkan Pada September 2023
Kemudian pada marketplace, bentuknya akan ada semacam marketplace pada umumnya, proyek dapat diperlihatkan, dan pembeli dapat menyampaikan bidnya.
Jeffrey juga menyampaikan bahwa pihaknya sejauh ini telah melaporkan seluruh persyaratan yang ditetapkan dalam SEOJK 12/2023, yang diterbitkan sebagai aturan turunan dari Peraturan OJK (POJK) Nomor 14 Tahun 2023 tentang Bursa Karbon.
Baca juga : Bursa Karbon Berpotensi Besar Bantu Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca
"BEI telah melakukan kajian, melakukan studi banding, mempersiapkan sistem, persiapan SDM, serta persiapan-persiapan lainnya," kata Jeffrey.
Sebelumnya pada acara Sustainability in Action: Opportunities for a Better Tomorrow in Indonesia', BEI menyampaikan telah merancang empat skema mekanisme perdagangan bursa karbon di Indonesia, setelah sebelumnya mengajukan permohonan sebagai penyelenggara perdagangan karbon dalam negeri.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Iman Rachman mengatakan mengatakan skema pertama adalah perdagangan karbon pada pasar reguler.
Seperti perdagangan saham, skema pasar regular di bursa karbon akan memberikan kesempatan kepada pengguna jasa untuk menyampaikan bid and ask (permintaan dan penawaran).
"Penjual dan pembeli akan menetapkan harga jual karbon dari mulai Rp1, akan ada continous auction dan akan terbentuk harga yang ditetapkan," kata Iman, pada acara yang ditayangkan secara online.
Mirip IPO Saham
Skema kedua, berupa pasar lelang atau auction market. Regulator akan menetapkan harga awal karbon, lalu para pembeli akan melaksanakan lelang dari harga yang telah ditentukan.
"Ini hampir mirip seperti penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham, di mana pemilik saham melakukan penjualan satu arah," kata Iman.
Skema ketiga, yaitu pasar negosiasi, yang akan memberikan kesempatan bagi pedagang dan pembeli karbon melakukan transaksi di luar bursa karbon, misalnya seperti transaksi bilateral. Namun kedua pihak tetap harus melaporkan data rekapitulasi transaksi yang terdiri dari harga serta volume karbon ke penyelenggara bursa karbon.
Skema keempat, otoritas bursa akan menyiapkan skema marketplace. Sehingga proyek-proyek yang menghasilkan emisi dapat diperlihatkan selayaknya marketplace pada umumnya dan pembeli dapat menyampaikan penawarannya (bid).
"Pembeli karbon itu nanti bentuknya tidak one on one, artinya pembeli tidak tahu proyek mana yang akan mereka beli. Nanti akan dikonversi menjadi satu unit karbon per satu ton," jelas Iman.
Iman juga menyebut dalam penyelenggaraan bursa karbon di Indonesia, akan ada dua jenis produk yang diperdagangkan. Keduanya adalah Persetujuan Teknis Batas atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) serta Sertifikasi Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK). (Z-4)