Krisis moneter 1998 menjadi titik balik bagi kehidupan ekonomi Misro Abdul Latif. Pria yang semula bekerja sebagai buruh tani itu terkena dampak serius. Hasil panen banyak yang tidak terserap hingga akhirnya ia harus kehilangan pekerjaannya.
Latif kemudian memutar otak, mencari jalan untuk bisa terus menghidupi keluarganya. Di saat itulah, tepatnya pada medio 2000, ia bertemu temannya yang berasal dari Brebes, Jawa Tengah, yang merupakan produsen telur asin. Dari situ, Latif ikut belajar dan memutuskan untuk terjun ke bidang yang sama. Kebetulan, di daerah tempat tinggalnya, Taruma Jaya, Bekasi, Jawa Barat, banyak peternak bebek yang membuatnya mudah mendapatkan pasokan telur.
Pada masa awal, dengan modal seadanya, Latif hanya mampu memproduksi puluhan telur asin per minggu. Hasil itu lalu ia pasarkan dengan berkeliling menggunakan sepeda. Rutinitas itu ia jalankan selama bertahun-tahun bersama istrinya, Maesaroh.
Baca juga: Meraup Jutaan Rupiah dari Merangkai Bunga
“Kami membuat telur berdua di rumah. Kalau sudah jadi, suami saya berkeliling. Waktu itu skalanya masih sangat kecil,” ujar Maesaroh di Panen Hadiah Simpedes di BRI Kantor Cabang Bekasi Kota, Jawa Barat, Sabtu (24/6).
Karena keuletan itu, pasangan suami istri (pasutri) tersebut bisa memetik buah dari kerja keras selama ini. Setelah berjalan selama sepuluh tahun, produksi telur asin mereka terus bertumbuh dan mencapai 1.000 butir per pekan. Mereka juga telah mematenkan jenama sendiri, yaitu Telur Asin Diamond.
Baca juga: Inovasi Jadi Kunci Sukses Murtini Kembangkan Produk Kedelai
Adapun, harga jual per butir bervariasi, mulai dari Rp3.000 untuk pembelian besar dan Rp4.000 untuk pembelian ecer. Artinya, saat itu, Abdul dan Maesaroh sudah bisa mengantongi minimal Rp3 juta per pekan.
Dengan bisnis yang kian stabil, pasutri itu mencoba terus mengoptimalkan produksi. Mereka akhirnya mengajukan pinjaman sebesar Rp5 juta ke Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebagai tambahan modal usaha.
Dengan dana segar itu, Maesaroh beserta suami bisa menghasilkan 3.000 telur asin per pekan dengan omzet minimal Rp9 juta per pekan. (Z-11)