PEKERJA Migran Indonesia (PMI) merupakan penyumbang devisa terbesar kedua di Indonesia setelah sektor migas. Setiap tahunnya, PMI menyumbangkan Rp159,6 triliun untuk devisa negara. Namun kini negara belum hadir sepenuhnya untuk memberikan fasilitasi yang maksimal kepada PMI.
"Mereka itu membantu negara, loh. Di tengah angka pengangguran yang tinggi, mereka insiatif atas kesadaran mereka bekerja di luar negeri untuk menghidupi keluarga. Dengan inisiatif mereka, negara terbantu," kata Kepala Badan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani saat agenda audinesi bersama Media Indonesia di kantor BP2MI, Jakarta Selatan, Selasa (16/5).
Benny menuturkan, negara sebenarnya sudah memiliki aturan mengenai perlindungan PMI yang tertuang dalam UU 18/2017. Namun dalam implementasinya, negara seringkali abai dalam memenuhi hak-hak PMI. Misalnya saja, lanjut Benny, pada UU tersebut, di Pasal 30 ayat 1, PMI tidak dapat dibebani biaya untuk penempatan.
Baca juga: Lindungi Pekerja Migran, Deklarasi ASEAN Jangan Hanya Jadi Komitmen
Tapi pada kenyataannya, banyak PMI yang kini harus mencari uang kesana-kemari guna dapat mendaftar sebagai pekerja dan untuk memenuhi persyaratan seperti tiket pesawat hingga medical check up.
"Kalau negara konsisten, PMI enggak perlu jual harta, enggak perlu pinjaman ke bank. Kita bisa ambil exit strategy dengan memberikan pinjaman ke mereka walaupun itu sebenarnya juga enggak boleh," tegas Benny.
Dalam pemikirannya, idealnya setiap PMI yang akan berangkat, diberikan dana sebesar Rp30 juta. Dalam satu tahun, anggaran untuk pemberangkatan 270 ribu PMI hanya mencapai Rp8,2 triliun.
"Angka itu kecil bila dibandingkan dengan devisa yang dikembalikan kepada negara oleh PMI," imbuh dia.
Di era kepemimpinannya, Benny memiliki impian untuk memberikan fasilitas yang terhormat kepada PMI, salah satunya yakni dengan mendirikan tower migrant center yang dapat menjadi kantor BP2PMI, sekaligus menjadi pusat pendidikan dan pelatihan bagi pekerja formal yang akan diberangkatkan.
Baca juga: Tekankan Kolaborasi Bersama, DPR Perjuangkan Isu Pekerja Migran di KTT ASEAN ke-42
Selain itu, dia juga bercita-cita ingin membangun sebuah shelter bagi para pekerja yang singgah sejenak sebelum pulang ke kampung halamannya. Pasalnya, selama ini ia melihat tempat tinggal sementara PMI yang disediakan oleh negara sangat miris.
"Misalnya saja di Banten, itu mereka tidur di ruko dan tidur di lantai. Saya enggak tega. Tappi anggaran kita hanya cukup untuk itu. Itu sangat jahat dan saya tidak ingin tercatat sebagai pemimpun yang menikmati kejahatan itu," seru dia.
Selain itu, untuk mengatasi masalah PMI yang berangkat secara tidak resmi yang diperkirakan ada sebanyak 4,5 juta jiwa, Benny mengharapkan adanya kolaborasi lintas sektor. "Negara saat ini tinggal membantu fasilitasi PMI dan negara perlu serius dalam menangani PMI," pungkas dia. (Z-6)