06 March 2023, 09:50 WIB

Utang Pemerintah Daerah Tiongkok Melonjak


Fetry Wuryasti | Ekonomi

Dok. AFP
 Dok. AFP
Presiden Tiongkok, Xi Jinping

Tiongkok tengah menghadapi masalah debt ceiling, jika dilihat dari tren utang terhadap rasio GDP-nya yang terus naik. Lonjakan utang daerah terlihat pada saat memasuki awal pandemi 2020 menjadi 68,1% dan terus meningkat menjadi 76,9% pada 2022 menjadi 76,9%.

Meski begitu, gelembung utang yang berasal dari kota-kota di Tiongkok dan utang pemerintah pusat dinilai masih cukup terkendali. Hal ini menunjukan manajemen fiskal sebagai dampak dari pandemi serta penurunan pasar properti yang berkontribusi besar terhadap pendapatan negaranya.

"Ada kekhawatiran adanya ledakan utang tahun ini ikut meningkat," kata Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Indonesia, Maximilianus Nico Demus, ketika dihubungi, Senin (6/3).

Sebelum covid-19, pemerintah daerah Tiongkok mendapat sekitar 40% pendapatan mereka dari pajak daerah, sisanya dibagi rata antara penjualan tanah dan subsidi dari pemerintah pusat. Tahun lalu penjualan tanah anjlok juga hingga -23% dan total pengeluaran naik 6%.

"Memang kalau dilihat, Beijing tengah meningkatkan subsidi. Hanya saja, dukungan tersebut tidak cukup untuk menutup lubang anggaran pemerintah kota," kata Nico.

Utang pemerintah daerah menjadi membengkak hingga 66% dari PDB Tiongkok, yang mana pada 2012 utangnya hanya 29%. Mayoritas pemerintah daerah saat ini, setidaknya 17 dari 31 wilayah, tengah menghadapi tekanan pendanaan dengan pinjaman yang belum terbayar melebihi 120% dari pendapatan pada 2022.

Angka ini telah melebihi ambang batas yang di tetapkan Kementerian Keuangan Tiongkok dan menunjukan risiko utang yang terlalu tinggi.

Kenaikan utang yang besar tersebut dapat meningkatkan risiko krisis keuangan yang dapat meningkatkan efek bagi ekonomi. Meski kemungkinan gagal bayar sangat rendah, tetapi tingkat utang yang tinggi dapat memaksa beberapa pihak untuk mengurangi pengeluaran serta mendorong pemerintah pusat untuk belanja lebih banyak untuk mendorong likuiditas.

"Namun, kami lihat Bank Sentral Tiongkok (PBoC) masih akan mempertahankan suku bunga dengan terakselerasinya utang pemerintah agar beban pembayaran masih akan tetap terkendali. Kami juga melihat stimulus fiskal yang gencar dilakukan melalui subsidi juga akan lebih terbatas," kata Nico. (Try)

 

BERITA TERKAIT