DI Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, lahirlah varietas kopi bernama liberika. Varietas kopi ini telah mem-peroleh pengakuan dunia de-ngan menyabet juara pertama kualitas kopi terbaik pada Festival Kopi Spanyol pada 2022 yang diikuti 15 negara.
Di dalam negeri, liberika juga pernah dilelang di Festival Kopi Jakarta hingga menembus harga Rp8 juta untuk 1 kilogram. Bagaimana kisah di balik kopi nomor satu di dunia itu? Wartawan Media Indonesia Atalya Puspa mewawancarai Bupati Kayong Utara Citra Duani, kemarin.
Apa yang melatari penemuan varietas liberika sehingga menjadi nomor satu dunia?
Kami tidak menduga. Kopi ini sudah ditanam sejak belasan tahun silam. Kami menyebutnya kopi kampung. Rupanya jenis termasuk langka karena sebarannya hanya 2% di dunia, yakni di Indonesia dan Afrika. Akhirnya, kami mengetahui kopi ini merupakan varietas liberika. Di Indonesia tumbuh subur di Kabupaten Kayong Utara.
Kabupaten Kayong Utara merupakan pecahan dari Kabupaten Ketapang. Kayong Utara menetapkan sektor pertanian dan tanaman pangan, pariwisata, kelautan, dan perikanan sebagai unggulan daerah. Sektor pertanian tanaman pangan, termasuk perkebunan dari luas 405 ribuan hektare bisa kami kelola sekitar 41%. Sementara 59% sisanya merupakan taman nasional, cagar alan, dan hutan lindung.
Kayong Utara kelak menjadi sentra produksi kopi terbesar di Kalimantan Barat. Kami menjalin kerja sama dengan eksportir kopi di Jakarta agar mereka siap menampung kopi liberika atau jenis apa pun. Ini upaya kami meningkatkan komoditas sektor pertanian khususnya kopi yang harus go public.
Apa bedanya varietas liberika dengan arabika atau robusta?
Liberika ditanam di dataran rendah, tidak seperti varietas kopi lain ditanam di dataran tinggi. Citarasanya, ada rasa wine, buah-buahan seperti nangka dan stroberi. Citarasa di dua varietas arabika dan robusta itu ada di liberika. Kadar kafeinnya lebih rendah 0,68% sehingga yang men derita asam lambung atau mag tidak perlu khawatir meminum kopi liberika.
Setelah dunia mengakui liberika, apa langkah selanjutnya?
Nah, karena juara dunia, kami akan mengembangkannya dari hulu hingga ke hilir. Ketika banyak pesanan, kami kewalahan di sisi hulu. Luas area tanaman kopi sekitar 81 hektare. Kalau setiap hektare menghasilkan 1 ton per tahun berarti total 81 ton. Tahun ini kami bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri dengan mengirim petani kopi Kayong ke Brasil dan sebaliknya. Kami perlu belajar dan ingin menimba ilmu dari Brasil agar bisa me-ningkatkan produktivitas 1-3 ton per hektare.
Ke depan, kami akan menambah area tanaman kopi dari 81 hektare menjadi 200-300hektare. Masalahnya sekarang ketersediaan kopi per bulan seringkali tidak bisa memenuhi pesanan. Kami ma-sih sulit memenuhi kebutuhan ekspor.
Lalu apa program untuk mengembangkan kopi li berika?
Kami perlu menjalin kolaborasi lintas sektor untuk mengetahui potensi tanaman kopi ini. Adanya event Festival Kopi Nusantara yang digagas Media Indonesia amat penting karena dapat menghubungkan petani kopi di hulu, pengusaha kopi di hilir, hingga regulator baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah. (X-3)