31 January 2023, 20:27 WIB

Sri Mulyani: APBN 2022 Berhasil Jadi Peredam Gejolak Perekonomian


M Ilham Ramadhan Avisena | Ekonomi

AFP
 AFP
Menkeu Sri Mulyani

MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 telah mampu memainkan perannya sebagai peredam gejolak perekonomian. Instrumen fiskal itu juga disebut memperkuat fundamen ekonomi Indonesia.

"APBN mampu mengendalikan risiko lebih solid sehingga menjadi fondasi yang kuat untuk melanjutkan pelaksanaan konsolidasi fiskal pada tahun 2023, serta mendukung upaya transformasi ekonomi," ujarnya dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Selasa (31/1).

Sepanjang 2022, realisasi belanja negara yang ada di APBN tercatat mencapai Rp3.090,75 triliun, tumbuh 10,92% (year on year/yoy). Belanja APBN itu, kata Sri Mulyani, ditujukan untuk melindungi daya beli masyarakat dan menopang pemulihan ekonomi melalui dukungan subsidi dan kompensasi, penebalan bantuan sosial, dukungan proyek strategis nasional, penurunan stunting dan pengentasan kemiskinan ekstrem, dukungan program JKN, serta layanan publik di daerah.

Seiring kuatnya dukungan belanja tersebut, ekonomi dapat pulih dengan cepat dan dunia usaha dapat bangkit lebih kuat, sehingga berdampak positif terhadap pendapatan negara yang mencapai Rp2.626,42 triliun, tumbuh signifikan sebesar 30,58% (yoy) dan mencapai 115,90% dari target APBN yang ada di Perpres 98/2022.

Realisasi pendapatan tersebut meliputi realisasi penerimaan perpajakan yang mencapai Rp2.034,54 triliun, atau 114,04% dari Perpres 98/2022, atau tumbuh sebesar 31,44% dari realisasi tahun 2021. Sedangkan realisasi PNBP tercatat mencapai Rp588,34 triliun, atau 122,16% dari target Perpres 98/2022, atau tumbuh sebesar 28,32% (yoy).

"Kinerja pendapatan yang optimal tersebut terutama dipengaruhi pemulihan aktivitas ekonomi yang semakin menguat, masih tingginya harga komoditas, serta buah dari reformasi perpajakan," kata Sri Mulyani.

Kinerja pendapatan dan belanja negara itu, lanjutnya, berdampak pada pengendalian risiko fiskal. Itu tercermin dari realisasi defisit anggaran yang mencapai Rp464,33 triliun, atau 2,38% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Realisasi tersebut lebih rendah dari asumsi di APBN yang sebesar 4,5% terhadap PDB.

"Dengan defisit APBN yang lebih rendah dibandingkan target awal, rasio utang Pemerintah menurun dari 40,74% di akhir tahun 2021 menjadi 39,57% PDB di akhir tahun 2022. Selain itu, keseimbangan primer yang sebelumnya negatif cukup besar, saat ini bergerak menuju positif," pungkasnya. (OL-8)

BERITA TERKAIT