PEMULIHAN ekonomi Tiongkok, telah menjadi harapan bagi banyak orang. Setelah sebelumnya mengalami keterpurukan akibat Covid-19 dan kebijakannya, saat ini Tiongkok akan mulai mencoba untuk kembali bangkit.
"Namun Tiongkok harus berbuat lebih banyak, apabila ingin mendorong pertumbuhan ekonomi mendekati ke tingkat pra pandemi sebesar 6% per tahun," kata Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Indonesia Maximilianus Nico Demus, Kamis (12/1).
Presiden Xi Jinping harus berbuat dan berjuang lebih banyak untuk dapat mengembalikan situasi dan kondisi yang mungkin sudah terlanjur terluka.
Pertemuan Presiden Xi dengan pejabatnya kemarin akan mulai berfokus terhadap peningkatkan konsumsi dan kepercayaan dalam bisnis.
Xi memiliki tekad untuk mengembalikan pertumbuhan. Ini merupakan salah satu hal yang positif, karena kepercayaan seperti sudah hilang saat ini bagi masyarakat Tiongkok.
Masyarakat terlihat khawatir untuk melakukan konsumsi, di tengah situasi dan kondisi akan Covid-19 yang tidak bisa dikendalikan.
Baca juga: Harga Minyak Naik Dipicu Optimisme Tiongkok yang Membuka Perbatasan
Oleh karena itu, Xi berencana untuk memulai melahirkan kepercayaan kembali. Namun langkah itu tidak akan mudah, karena Covid-19 sejauh ini masih belum terkendali, dan masih menjadi penghambat aktivitas ekonomi, karena banyak masyarakat belum bisa pulih dan bekerja di pabrik dan kantor.
Alhasil, aktivitas ekonomi mengalami penurunan, dan diperkirakan akan kembali turun sebelum pada akhirnya membaik.
Hari besar Festival Imlek yang akan diadakan sebentar lagi berpotensi untuk menjadi katalis penyebaran Covid-19 yang semakin masif yang terjadi di Tiongkok dan akan mencapai puncak dalam beberapa minggu mendatang.
Saat ini bagi Tiongkok, akselerasi pengendalian Covid-19 dan pemulihan ekonomi merupakan kunci untuk memulihkan perekonomian.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan berada di kisaran 4 9% pada tahun 2023, dan masih masuk dalam proyeksi banyak analis yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan berkisar 4,5% - 5,5%.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi menuju target tertinggi, maka belanja konsumen harus meningkat lebih dari 6%, dan bukan sesuatu yang mudah. Masalahnya, upah di kota-kota Tiongkok hanya naik 2,2%, dan tingkat pengangguran anak muda mencapai 20%.
Pengeluaran konsumen yang kian melemah, ditambah lesunya permintaan ekspor dari Tiongkok kepada Eropa dan Amerika semakin memberatkan langkah untuk memulihkan perekonomian.
Pengeluaran infrastruktur jelas menjadi andalan, yang telah meningkat hampir 10% pada tahun 2022, atau naik 2x lipat dari tingkat pra pandemi.
Pemerintah Tiongkok juga akan mulai melonggarkan para pengusaha yang berada di industri teknologi, untuk mendorong peningkatan lapangan kerja dan upah.
Dari sisi pemerintah, kebijakan moneter akan membantu perekonomian untuk tumbuh. Bank Sentral Tiongkok diperkirakan akan tetap mempertahankan tingkat suku bunga pada level rendah untuk menstimulus perekonomian, meski hampir 90 bank sentral di seluruh dunia sudah menaikkan tingkat suku bunga.
"Akibatnya tentu Yuan berpotensi kembali melemah. Namun semua hal itu dilakukan oleh Bank Sentral Tiongkok sebagai bagian dari program untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi, dan menjaga stabilitas pemulihan," kata Nico. (Try/OL-09)