23 November 2022, 15:44 WIB

Pengamat Pangan Tegaskan Tidak Akan Terjadi Krisis Pangan di Tahun 2023


Despian Nurhidayat | Ekonomi

ANTARA
 ANTARA
Ilustrasi.

ASSOCIATE Researcher Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Dwi Andreas Santosa memastikan bahwa pada tahun 2023 tidak akan terjadi krisis pangan dunia sebagaimana yang diprediksi oleh berbagai lembaga dan pemerintah. Menurutnya krisis pangan yang disampaikan tersebut hanya bertujuan untuk mengambil keuntungan di pasar pangan global.

"Jadi kepentingannya kita lihat perdagangan pangan global ini dikuasai oleh lima perusahaan multinasional yakni produsen pangan di negara maju. Jadi hati-hati menyikapi isu internasional. Karena ada kepentingan dari negara maju dan perusahaan multi nasional," ungkapnya dalam acara Core Economic Outlook 2023, Rabu (23/11).

Baca juga: Lebih dari 20 Orang Terluka setelah Gempa 6,1 SR Guncang Turki

Lebih lanjut pria yang juga menjabat sebagai Kepala Biotech Center IPB University tersebut merinci, pada tahun 2022 dan 2023, produksi pangan dunia masih dalam posisi aman dan tidak ada tanda-tanda akan mengalami krisis.

Pada 2022, produksi serealia atau biji-bijian dikatakan hanya turun 1,4%, produksi gandum meningkat 1%, beras turun 2,4%, jagung turun 1,8%, dan stok pangan dunia mencapai 30,9 juta ton.

Sementara itu di 2023, produksi gandum akan naik sekitar 0,4%. Beras turun 2,2%. Jagung turun tajam 8,1%, dan kedelai naik 10%.

"Jadi tidak akan ada krisis pangan global di 2023. Sehingga kita harus hati-hati menyikapi pernyataan yg dikeluarkan oleh lembaga internasional," tegas Andreas.

Dia juga menuturkan, krisis pangan dunia hanya pernah terjadi tiga kali yakni di tahun 1972-1974, 2007-2007, dan 2011.

Krisis pangan dunia pada 1972-1974 disebabkan oleh penurunan produksi pangan secara drastis. Pada saat itu, produksi pangan yang biasanya mencapai 72 juta ton menurun menjadi 40 juta ton.

"Sementara itu, pada tahun 2007-2008 krisis pangan juga disebabkan oleh penurunan produksi pangan dunia sebesar 1,4% dan dapat dikatakan krisis ini tidak terlalu berdampak besar. Di tahun 2011, produksi pangan dunia menurun 14% sehingga harga pangan dunia melonjak tinggi," kata dia.

Menurutnya, pada tahun 2020 FAO (Food and Agriculture Organization) dan 15 lembaga dunia lainnya menyatakan bahwa akan terjadi krisis pangan dunia pada 2020. Hal ini malah diamini oleh banyak negara di dunia termasuk Indonesia sehingga menimbulkan kepanikan masyarakat dunia dan terjadi penahanan ekspor pangan.

"Padahal produksi dunia mencapai rekor tertinggi di tahun ini," tutur Andreas.

Andreas menilai, pada periode Januari-April 2020 terjadi penurunan harga pangan dunia yang disebabkan oleh produksi pangan dunia yang mencapai puncaknya. Namun, pernyataan FAO malah membuat kenaikan harga pangan dunia.

"Maka dari itu kita perlu hati-hati dalam menyikapi pernyataan mengenai krisis ini," pungkasnya. (OL-6)

BERITA TERKAIT