YAYASAN Lembaga Konsumen Indonesia menyebutkan, mesin kendaraan di Indonesia saat ini banyak yang tidak cocok dengan bahan bakar bersubsidi. Penggunaan bahan bakar bersubsidi justru bisa menimbulkan kerugian dalam jangka panjang.
"Masyarakat sering salah kaprah dengan membeli bahan bakar minyak (BBM) yang lebih murah, tapi penghematannya tidak signifikan. Sementara dampak negatifnya justru bisa lebih besar. Jadi, masyarakat sebenarnya merugi, karena harus mengeluarkan biaya maintenance yang lebih tinggi," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam keterangannya.
Namun, lanjut Tulus, sudah ada kesadaran di kalangan generasi muda bahwa BBM bersubsidi akan merusak mesin, sehingga mereka lebih memilih menggunakan BBM yang lebih bagus, seperti Pertamax.
Di sisi lain, Tulus melihat, penerapan BBM bersubsidi menimbulkan ketidakadilan secara ekonomi dan ekologis, Merujuk Undang-undang 30 Tahun 2017 tentang Energi, maka subsidi energi peruntukannya adalah untuk masyarakat tidak mampu.
Jadi, jika BBM bersubsidi mayoritas digunakan oleh pemilik kendaraan bermotor, maka ini bentuk ketidakadilan dari sisi ekonomi. Dari sisi ekologis, BBM bersubsidi adalah bentuk ketidakadilan ekologis, sebab yang berhak atas subsidi energi adalah energi baru terbarukan, bukan energi fosil seperti BBM, apalagi BBM dengan kadar oktan yang rendah," katanya.
Baca juga : Subsidi BBM Rp522 Triliun Dilaporkan tidak Tepat Sasaran
Tulus berharap agar pemerintah mengembangkan transportasi umum yang baik, nyaman, murah, sehingga ketika terjadi migrasi dari pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum masal akan menekan tingkat polusi di kota kota besar, khususnya Jakarta.
Ia juga mendorong adanya kebijakan berupa insentif dan disinsentif bagi warga. Sebagai contoh, bagi kendaraan yang tidak lulus uji emisi, maka bisa dikenakan tarif parkir progresif dan lebih mahal.
"Hal ini sudah mulai diujicobakan di Jakarta. Daerah lain bisa menerapkan hal yang sama," katanya.
Di samping itu, Tulus menilai upaya pemerintah untuk mempromosikan kendaraan listrik, belum cukup efektif untuk mengurangi polusi di Jakarta, tersebab jumlahnya masih lebih sedikit dibanding jumlah kendaraan bermotor yang berbasis bensin.
Oleh karena itu, yang mendesak untuk mengurangi polusi di Jakarta adalah migrasi ke angkutan umum, dan mengganti /menggunakan bahan bakar yang berkualitas baik dan ramah lingkungan. (RO/OL-7)