PEMERINTAH tengah mengambil langkah konkret dalam mempercepat transisi energi, yakni dengan membatalkan sejumlah proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara atau Coal-fired Power Plant (CFPP) di 37 lokasi yang tersebar dari Sumatera hingga Papua.
Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Wanhar menyampaikan, proyek CFPP yang dibatalkan itu menghasilkan 8.770 megawatt (MW) di 2021.
“Pembatalan CFPP ini juga mengurangi gas emisi sebesar 65 juta ton per tahun di Indonesia," ungkapnya dalam Dialog IPP Transisi Energi yang diselenggarakan Institute for Essential Services Reform (IESR) secara virtual, Selasa (15/11).
Untuk lokasi proyek PLTU batu bara yang dibatalkan di antaranya CFPP Sumatera Utara-2 dengan daya 2x300 MW, CFPP Riau-1 dengan daya 2x300 MW, CFPP Banyuasin dengan daya 2x120 MW, CFPP Banten dengan daya 660 MW, CFPP Jawa-5 dengan 1.000 MW, CFPP Indramayu 1.000 MW, CFPP Kaltim-3 dengan 2x100 MW, CFPP Sorong 3 dengan 2x25 MW dan lainnya.
Wanhar memaparkan saat ini total emisi karbon dari PLTU mencapai 243 juta ton CO2 di 2022. Untuk menurunkan emisi tersebut, pemerintah akan mempensiunkan PLTU batu bara secara bertahap. Secara drastis pembangkit listrik fosil akan mati di 2046 dan 2056 seiring selesainya kontrak PLTU batu bara.
"Pembangkit listrik fosil ini rencananya akan sepenuhnya mati sebelum 2060. Pensiun PLTU dapat dilakukan saat adanya kepastian keandalan jaringan dengan substitusi dari pembangkit energi terbarukan," terangnya.
Lebih lanjut, Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mendorong pemerintah agar pengakhiran masa operasional PLTU lebih cepat. IESR menemukan bahwa untuk konsisten dengan pembatasan kenaikan temperatur 1,5°C, maka seluruh PLTU yang tidak dilengkapi dengan penangkap karbon harus pensiun sebelum 2045.
Baca juga: PLN Teken Kesepakatan dengan Amazon untuk Proyek Tenaga Surya 210 MW di Indonesia
"Pada periode 2022-2030, paling tidak 9,2 gigawatt (GW) PLTU harus pensiun, 4,2 GW di antaranya berasal dari listrik swasta, tanpa itu sukar rasanya mencapai net zero emission," ungkap Fabby.
Berdasarkan kajian Financing Indonesia’s Coal Phase out IESR bersama Center for Global Sustainability, Universitas Maryland, untuk memensiunkan 9,2 GW PLTU batu bara di 2030 Indonesia membutuhkan dukungan pendanaan internasional diperlukan untuk memenuhi biaya pensiun PLTU sekitar US$4,6 miliar pada 2030.
Fabby berpandangan kepemimpinan Indonesia dalam G20 2022 untuk mengakselerasi transisi energi, salah satunya komitmen mempensiunkan PLTU akan menciptakan preseden baik bagi negara G20 lainnya.
"Semangat untuk akselerasi pengakhiran pengoperasian PLTU yang didukung oleh PLN akan menjadi contoh bagi India, yang akan memegang kepresidenan G20 di 2023," pungkasnya.
PLN telah mendapat dukungan dari Asian Development Bank (ADB) terkait rencana pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap lewat skema Energy Transition Mechanism (ETM), suatu bentuk pembiayaan campuran (blended finance).
Kerja sama ini diwujudkan melalui penandatanganan nota kesepahaman antara PLN dan ADB di Bali pada Senin, (14/11), yang bertepatan dengan Peluncuran ETM. Kedua pihak menyepakati penjajakan pensiun dini PLTU pertama yang dimiliki oleh produsen listrik swasta (IPP) yaitu PLTU Cirebon-1 melalui skema ETM. (OL-4)