PELAKU usaha properti dari wilayah Sumatra berharap usulan penyesuaian harga jual rumah bersubsidi bisa segera direalisasikan. Pasalnya, sudah tiga tahun rumah subsidi tidak mengalami penyesuaian harga. Ditambah lagi, pemerintah juga memutuskan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
"Bisnis penyediaan papan khusus masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sudah berat karena adanya kenaikan harga material secara drastis dalam dua tahun terakhir. Terlebih, dengan adanya kenaikan harga BBM subsidi sehingga dapat dipastikan harga material dan biaya produksi akan semakin tinggi," tutur Koordinator Regional I Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPP REI), Mohammad Miftah, saat Rapat Regional I REI se-Sumatra, di Jakarta, Kamis (8/9).
"Padahal, industri rumah bersubsidi berkontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional, menggerakkan ekonomi rakyat dan menyerap jutaan lapangan pekerjaan," imbuh Miftah, dikutip dari siaran pers yang diterima, Jumat (9/9).
Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) REI Sumatera Utara Andi Atmoko Panggabean menambahkan pengembang asal Pulau Sumatera berkumpul di Jakarta untuk menyuarakan bahwa bisnis properti di daerah dalam kondisi tidak baik-baik saja.
"Untuk itu bisnis ini butuh perhatian dari pemerintah pusat," tukas Moko.
Di kesempatan sama, Ketua DPD REI Jambi Ramond Fauzan mengakui, bagi pemerintah masalah penyesuaian harga jual rumah bersubsidi merupakan isu sensitif. Hal itu seiring penyesuaian harga BBM subsidi yang akan mendongkrak inflasi.
"Namun, saat ini pertaruhannya adalah industri properti khususnya rumah MBR di daerah bakal terganggu. Ini juga akan berimbas terhadap serapan tenaga kerja dan perekonomian daerah," tegas Ramond.
Asosiasi pengembang perumahan sudah mengajukan usulan penyesuaian harga jual rumah bersubsidi dengan besaran usulan penyesuaian yakni 7% hingga 10%. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sejak akhir 2021 kemarin telah merangkum masukan asosiasi pengembang tersebut.
"Saat itu, kami berharap kebijakan tersebut bisa ditetapkan pada awal tahun 2022. Namun, ternyata hingga kini belum ada keputusannya," ungkap Ketua DPD REI Kepulauan Riau, Toni.
Apabila tidak ada penyesuaian harga jual, pengembang rumah subsidi tentu akan semakin terbebani. Program penyediaan rumah layak huni bagi MBR akan terancam. Ini karena pelaku industri properti tidak dapat menjalankan usahanya secara berkelanjutan.
Pertemuan DPD REI seluruh Sumatra kali ini juga menyoroti permasalahan lahan sawah dilindungi (LSD) seiring penerapan Keputusan Menteri ATR/BPN tentang Penetapan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatra Barat, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.
Miftah berharap agar penetapan LSD mengacu pada peraturan daerah tentang RTRW dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di masing-masing wilayah.
"Kita berharap agar ketentuan terkait LSD mengacu Perda RTRW dan Perda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di masing-masing daerah. Pasalnya, masing-masing pemerintah daerah yang lebih memahami situasi dan kondisi faktual di daerah," ucap Miftah. (RO/X-12)