08 September 2022, 10:44 WIB

DBS Bank Berniat Keluar dari Pendanaan Tambang Batu Bara Termal


Insi Nantika Jelita | Ekonomi

AFP
 AFP
Ilustrasi

Bank Singapura terbesar, DBS Bank mulai mengencangkan kebijakan penghentian pinjaman ke sektor batu bara ke PT Adaro Energy Tbk (ADRO) seperti yang diberitakan oleh media Singapura Strait Times.

Mengutip juru bicara dari DBS, eksposur pihaknya di anak perusahaan Adaro yang terlibat di sektor batu bara termal akan berkurang secara signifikan di akhir 2022. "Kami tidak ada niat untuk memperbarui pendanaan jika entitas bisnis tersebut masih didominasi batu bara termal," sebutnya dikutip Kamis (8/9).

Di 2021, batu bara menyumbangkan 96% dari pendapatan Adaro. DBS sendiri berkomitmen untuk mengurangi eksposur batu-bara sampai dengan nol di 2039. Saat ini, batu-bara merupakan industri yang akan hilang di masa depan (sunset), hal ini yang dianggap mendorong pendana meninggalkan batu-bara.

Menanggapi hal tersebut, Peneliti di Trend Asia Andri Prasetiyo berujar keputusan institusi keuangan global semacam ini menunjukkan bahwa masa depan cerah bagi industri batu bara hampir sulit terjadi. "Padahal Adaro menjadi perusahaan batu bara terbesar yang mendapatkan laba jumbo dari masa windfall batu bara. Namun, hal ini tak mampu mengurungkan niat lembaga finansial untuk segera menarik diri dan pergi.” terangnya.

Menurutnya, rencana DBS Bank tersebut seharusnya menjadi pelajaran penting bagi industri batu bara bahwa di tengah penguatan komitmen transisi energi ke depan, harus membantu program pemerintah tersebut.

"Perusahaan harus semakin serius dan segera mempercepat rencana transisinya” tambah Andri.

Analisa Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan International Energy Agency memproyeksikan untuk mencapai net-zero di tahun 2060, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan teknologi lama di Indonesia akan diberhentikan (phase-out) di 2050.

Namun, dengan Indonesia mengekspor 85% batu bara ke negara yang memiliki target net-zero, hal ini dikhawatirkan menimbulkan keraguan atas prospek permintaan batu-bara jangka panjang. “Permintaan batu-bara yang menurun secara drastis mengindikasikan bahwa pembiayaan ke batu bara memiliki risiko kerugian finansial yang semakin meningkat," kata Nabilla Gunawan, Indonesia Campaigner di Market Forces.

Keputusan DBS dan bank-bank besar lainnya untuk meninggalkan Adaro dinilai menjadi sinyal kuat agar seluruh pelaku bisnis batu-bara transisi keluar dari batu-bara sekarang.

Bank domestik, menurutnya, harus segera mengambil langkah untuk menghindari potensi kerugian yang besar yang ditimbulkan dari investasi batu-bara. "Mereka harus memiliki kebijakan untuk menghentikan pendanaan ke sektor batu-bara.” tambah Nabilla.

Dari laporan yang dihimpun pihaknya, sejak 2015, total pinjaman langsung yang diberikan keempat Bank Mandiri, BCA, BNI, dan BRI untuk perusahaan batu bara dalam negeri mencapai US$3,5 miliar. “Seluruh bank di Indonesia dan Asia yang serius tentang komitmen krisis iklim harus berhenti mendanai batu-bara sekarang," tutup Nabilla. (OL-12)

BERITA TERKAIT