16 August 2022, 10:45 WIB

Data Ekonomi Mencemaskan Bank Sentral Tiongkok Pangkas Suku Bunga Bank


Fetry Wuryasti | Ekonomi

dok.AFP
 dok.AFP
Seorang anak mengendarai sepeda melewati sebuah bangunan kompleks di Beijing yang kosong, Senin (15/8/2022)

BANK sentral Tiongkok memangkas suku bunga pada hari Senin, (15/8). Karena data terbaru menunjukkan ekonomi negara melambat, sebagai akibat aturan penguncian (lockdown) Covid-19 yang diperbarui dan penurunan penjualan properti yang semakin dalam.

People's Bank of China menurunkan suku bunga acuan yang memberikan likuiditas jangka pendek kepada bank, dari 2,1% menjadi 2%. Bank sentral juga memangkas suku bunga fasilitas pinjaman satu tahun dari 2,85% menjadi 2,75%, dengan alasan untuk menjaga likuiditas yang wajar dan cukup dalam sistem perbankan.

Ini adalah pertama kalinya sejak Januari 2022, suku bunga dipotong. Langkah itu mengejutkan investor. Bank sentral sebelumnya tampak enggan untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut mengingat kekhawatiran tentang risiko meningkatnya utang, inflasi konsumen dan tekanan pada yuan, meskipun ekonomi terhenti pada kuartal April-Juni.

"PBOC tampaknya telah memutuskan sekarang memiliki masalah yang lebih mendesak. Data terbaru menunjukkan momentum ekonomi yang lesu pada Juli dan perlambatan pertumbuhan kredit, yang kurang responsif terhadap pelonggaran kebijakan daripada selama penurunan ekonomi sebelumnya," kata Julian Evans- Pritchard, ekonom senior di Capital Economics, dalam sebuah catatan penelitian pada hari Senin, dikutip dari CNN, Selasa (16/8).

Data ekonomi yang diterbitkan Senin untuk Juli jauh lebih buruk dari yang diperkirakan. Penjualan ritel tumbuh 2,7% pada Juli dari tahun lalu, melambat dari pertumbuhan Juni 3,1%, dilaporkan Biro Statistik Nasional Tiongkok.

Angka itu meleset dari perkiraan kenaikan 5% oleh para ekonom dalam jajak pendapat. Produksi industri naik 3,8% di bulan Juli dari tahun sebelumnya, turun dari pertumbuhan 3,9% di bulan Juni. Itu juga meleset dari ekspektasi pasar untuk kenaikan 4,6%.

Sikap tanpa kompromi Beijing untuk membasmi Covid-19, mengakibatkan berbulan-bulan penguncian di puluhan kota di seluruh negeri, termasuk Shanghai, pusat keuangan negara, awal tahun ini. Bisnis dihentikan, pabrik ditutup, dan jutaan penduduk dikurung di rumah, yang menyebabkan gangguan parah pada ekonomi.

Pihak berwenang mulai membuka kembali perekonomian pada awal Juni, mencabut pembatasan di beberapa kota utama. Industri manufaktur dan jasa telah menunjukkan tanda-tanda perbaikan setelah pergerakan tersebut. Tetapi beberapa kota segera menerapkan kembali pembatasan Covid pada bulan Juni, karena pihak berwenang berjuang untuk menahan penyebaran subvarian BA.5 dari virus corona.

Masalah di sektor properti, yang menyumbang sebanyak 30% dari PDB Tiongkok, memberikan tekanan yang signifikan. Pembeli rumah telah mengancam untuk berhenti membayar hipotek di rumah yang belum selesai, mengguncang pasar dan mendorong pengembang dan pihak berwenang untuk mengambil tindakan untuk meredakan krisis.

Pasar real estat telah mengalami penurunan harga yang berkepanjangan dan krisis likuiditas yang melanda beberapa pengembang terbesar di negara itu. Kemerosotan juga real estat semakin dalam. Investasi properti oleh pengembang mengalami kontraksi 6,4% dalam tujuh bulan pertama tahun 2022, lebih cepat dari penurunan 5,4% pada semester pertama, data dari BPS Tiongkok menunjukkan. Sementara itu, harga rumah baru di 70 kota besar turun selama 11 bulan berturut-turut di bulan Juli.

Goldman Sachs (GS) mengatakan pada hari Senin bahwa boikot hipotek telah membuat orang semakin enggan untuk membeli rumah baru, yang kemungkinan akan menyebabkan penurunan lebih lanjut dalam penjualan.

Titik Awal Inflasi

Sebelumnya, Fu Linghui, juru bicara BPS Tiongkok, juga menyatakan keprihatinan pada hari Senin tentang panas ekstrem dan curah hujan yang memukul produksi pangan dan menyebabkan inflasi di Tiongkok.

Gelombang panas telah melanda Tiongkok sejak Juni, mendorong suhu lebih dari 40 derajat Celcius untuk puluhan kota dan mempengaruhi lebih dari 900 juta orang. Sementara itu, hujan badai lebat juga menyebabkan banjir besar dan tanah longsor di beberapa provinsi.

"Diakibatkan oleh suhu tinggi yang terus menerus di banyak tempat, harga sayuran segar naik 12,9% tahun-ke-tahun, yang secara signifikan lebih tinggi dari periode yang sama di tahun-tahun sebelumnya," kata Fu pada konferensi pers Senin di Beijing.

Dia mencontohkan, panas yang ekstrem telah menyebabkan kekeringan di beberapa daerah pertanian di selatan. Di utara, curah hujan dan banjir juga mengakibatkan beberapa gagal panen.

"Agustus dan September adalah periode kunci untuk pembentukan produksi gandum musim gugur. (Kita harus) memperhatikan dampak bencana alam, serangga dan penyakit pada produksi pangan negara kita," tambahnya.

Di sisi lain terlihat ekonomi Tiongkok mulai bangkit dari sisi konsumsi. Inflasi Tiongkok mulai meningkat dari sebelumnya 2,5% menjadi 2,7%. Inflasi ini naik lebih tinggi dari sejak Tiongkok melakukan lockdown sejak bulan Maret lalu, dan merupakan kenaikkan tertinggi sejak 2021 silam tatkala Tiongkok melakukan pemulihan ekonomi.

Hal ini membuktikan bahwa daya beli kian mengalami pemulihan bagi Tiongkok, namun bagi Bank Sentral Tiongkok justru hal ini merupakan sebuah tanda baru bagi inflasi untuk terus mengalami kenaikkan.

Bank Rakyat Tiongkok mengatakan akan menjaga ekonomi dari ancaman inflasi, dan tidak akan memberikan stimulus secara besar besaran ataupun mencetak uang yang berlebih untuk memacu pertumbuhan. Bank Sentral Tiongkok akan tetap mendukung pertumbuhan ekonomi dan memastikan harga harga tetap stabil.

Bagi Bank Sentral Tiongkok, hal ini akan memberikan dukungan yang lebih kuat dan berkualitas untuk ekonomi di sektor riil. Tekanan inflasi struktural akan tetap meningkat secara jangka pendek, dan tekanan inflasi akan impor tetap ada. (OL-13)

Baca Juga: Analis Nilai Isu Kenaikan BBM tak Pengaruhi IHSG

BERITA TERKAIT