KETUA Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyatakan bahwa kebijakan restrukturisasi kredit dalam merespons dampak pandemi covid-19 sudah mengalami penurunan.
Bahkan, saat ini angka restrukturisasi kredit berada jauh di bawah proporsinya yang mencapai 20%. Menurutnya, kredit restrukturisasi, baik dari segi nilai maupun debitur, terus menurun dalam jumlah yang signifikan.
Demikian juga dengan kredit macet (NPL) dari kredit yang direstrukturisasi. Sementara, rasio CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai) yang diperuntukkan bagi restrukturisasi terus meningkat.
Namun, beberapa sektor, seperti akomodasi, serta makanan dan minuman, masih mencatatkan proporsi kredit yang tinggi, sehingga restrukturisasi masih dibutuhkan.
"Restrukturisasi saat ini fokus pada targeted sector. Berbeda dengan saat awal atau puncak krisis pandemi. Di mana, restrukturisasi kredit yang dilakukan berlaku untuk seluruh sektor," jelas Mahendra dalam konferensi pers KSSK, Senin (1/8).
Lebih lanjut, dia mengungkapkan beberapa sektor yang mengalami penurunan restrukturisasi kredit. Seperti, perdagangan, manufaktur, konstruksi, transportasi, komunikasi dan pertanian. Di lain sisi, OJK masih memperhatikan mitigasi risiko dampak dari stagflasi global.
"Ini bukan semata hanya terkait krisis pandemi covid-19, yang Insyaallah kondisi terberatnya bertahap kita bisa lalui. Namun, juga dalam konteks menjaga risiko dampak stagflasi global," imbuh Mahendra.
Pihaknya terus memantau perkembangan restrukturisasi kredit secara berkala dalam rapat Dewan Komisioner OJK. Berdasarkan data per Juni 2022, restrukturasi kredit terkait pandemi tercatat Rp576,17 triliun, atau turun dari Mei 2022, yakni Rp596,25 triliun.
Adapun, jumlah debitur restrukturisasi kredit pada masa pandemi covid-19 juga menurun, dari 3,13 juta debitur pada Mei 2022 menjadi 2,99 juta debitur pada Juni 2022.(OL-11)