13 July 2022, 19:55 WIB

Krisis Pascapandemi Hantui Dunia, Mitigasi Risiko Perlu Dilakukan


Despian Nurhidayat | Ekonomi

ANTARA/Wahyu Putro A
 ANTARA/Wahyu Putro A
Siluet sejumlah warga menikmati suasana matahari tenggelam di Jakarta Utara, Senin (4/7).

PASCAPANDEMI covid-19 nyatanya dunia masih dihantui oleh beragam ancaman krisis yang perlu disikapi mulai dari krisis pangan, energi, bisnis, dan lainnya. Beberapa mitigasi terhadap berbagai risiko di atas juga tentu harus segera dilakukan oleh Indonesia.

Peneliti Indef bidang Ekonomi Industri, Perdagangan, dan Investasi Ahmad Heri Firdaus mengatakan bahwa saat ini dunia sedang menghadapi hambatan dari rantai pasok. Hal ini terjadi karena Rusia yang tengah berkonflik dengan Ukraina menahan ekspor beberapa bahan baku penting untuk dunia.

Tentu dampak dari menahan ekspor yang dilakukan oleh Rusia juga diikuti oleh negara lain, salah satunya India yang menahan ekspor terhadap komoditas gandum.

"Ada banyak negara lain yang ikut menahan ekspor komoditasnya seperti daging, gula, kedelai, dan lainnya. Penahanan ekspor ini karena produk yang ada di negaranya diutamakan untuk kepentingan domestik. Jadi kelangkaan terjadi dari segi pasokan bahan baku dan ini menjadi tren sekarang. Akibatnya harga komoditas global mengalami peningkatan terutama energi, makanan dan pupuk," ungkapnya dalam Forum Diskusi Denpasar 12 Edisi ke-109 bertajuk Mengurai Ancaman Krisis Lanjutan Pascapandemi, Rabu (13/7).

Meski hal ini menjadi krisis baru bagi dunia, Presiden Direktur Celebes Capital-Praktisi Bisnis Bambang Adi Prasetyo meyakini bahwa dalam semua krisis pasti akan ada opportunities yang dapat diambil. Dia pun menekankan setidaknya ada tiga sektor yang memiliki daya tahan terhadap krisis dan dapat menjadi sektor incaran para investor di tengah krisis.

"Jadi tiga sektor ini adalah energy, food, dan water. Ketiga sektor ini terbukti memiliki resilience pada saat pandemi covid-19 melanda dan saya rasa investor akan mulai mengeksplorasi ketiga sektor ini untuk menjadi tempat bagi mereka berinvestasi," kata Bambang.

Dari sisi pemerintah, Staf Ahli Menteri PPN/Bappenas Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Vivi Yulaswati mengatakan bahwa pemerintah memiliki berbagai strategi untuk menanggulangi krisis pascapandemi.


Baca juga: Rachmat Gobel: Saat Ini Momentum UMKM untuk Bangkit


"Salah satunya yakni strategi untuk menavigasi peluang dan tantangan dari krisis pangan dan energi pascapandemi. Kita bisa hemat fiskal, menekan konsumsi untuk energi, beralih kepada green economy termasuk energi transisi, dan tentu perhatian kepada kelompok miskin dan rentan," ujar Vivi.

Dia pun menambahkan bahwa Indonesia juga dapat meniru strategi yang dilakulan beberapa negara dalam memberikan bantuan sosial yang inklusif dan tepat sasaran dalam merespon krisis.

"Ini kita lihat bansos itu sebetulnya tidak banyak tapi dari sisi size lumayan costly. Makanya banyak negara mencabut subsidi BBM dan dialihkan kepada bantuan sosial, memberlakukan pajak ekspor sumber daya alam dan perbaikan berbagai bantuan sosial," tuturnya.

Menurut Vivi, saat ini pemerintah pun terus mendorong agar perlindungan sosial dapat berjalan komprehensif, mulai dari penyempurnaan data, digitalisasi penyaluran, harmonisasi peraturan, skema pembiayaan, dan lainnya.

"Intinya kita ingin mendorong perlinsos bukan hanya sebagai charity tapi penguatan aset manusia baik dari fisik, sosial, dan finansial," ucap Vivi.

Sementara itu, CEO S ASEAN International Advocacy & Consultancy Shanti Shamdasani meminta Indonesia untuk tidak meningkatkan utang luar negeri. Hal ini dikarenakan belajar dari negara lain, besarnya utang luar negeri hanya akan menyebabkan kehancuran bagi negara itu sendiri.

"Saya lihat utang luar negeri Indonesia ini menyusut ya dan ini sudah tepat dan bagus bahwa Indonesia menolak utang. Karena kita melihat dari anggota negara G20 saja, Jepang memiliki utang luar negeri yang sangat besar atau mencapai 254,1%. It's very big," pungkas Shanti.

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat Lestari menilai sejumlah potensi ancaman krisis harus dimaknai sebagai upaya untuk berpikir futuristik dan adaptif. Menurut Rerie -sapaan Lestari--, berbagai krisis memberi pembelajaran penting untuk kembali menata aspek ekonomi, politik, budaya, sosial, dan pertahanan keamanan yang kita miliki.

"Langkah antisipasi terhadap krisis harus segera disiapkan. Dalam jangka panjang mengandalkan sumber daya alam saja tentu bukan sebuah solusi, sumber daya manusia mesti disiapkan untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional," kata politikus NasDem ini. (OL-16)

BERITA TERKAIT