PT Royal Lestari Utama (RLU) perusahaan karet alam berkelanjutan terus mendorong petani karet sekitar kawasan hutan untuk bergabung dalam program pemberdayaan community partnership program (CPP) yang dilakukan oleh perusahaan. Melalui program pemberdayaan tersebut, pendapatan petani meningkat rata-rata 30%-40% dari pendapatan mereka sebelum bergabung dalam program.
"Pemberdayaan terhadap petani karet di dalam dan di sekitar kawasan hutan ini merupakan bagian dari CPP. Hal ini sekaligus menjadi wujud komitmen kami untuk mendukung program perhutanan sosial yang dicanangkan oleh pemerintah agar masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan dapat mengelola dan memanfaatkan kawasan hutan," kata Yasmine Sagita, Direktur Sustainability, Corporate Affairs, dan HR PT Royal Lestari Utama (RLU), dalam keterangan tertulis, Jumat (29/4).
Jumlah kepala rumah tangga petani binaan RLU juga terus meningkat. Pada 2021 kepala rumah tangga petani yang terlibat dalam CPP mencapai 229 tumbuh dibanding 2019 hanya 33. Yasmine menjelaskan dalam program CPP petani secara berkelanjutan mendapatkan pelatihan peningkatan kapasitas termasuk teknik budi daya dan penyadapan karet yang tepat. Petani juga mendapatkan pelatihan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas kebun karet mereka.
Tidak hanya itu, RLU mengembangkan program agroforestri yang merupakan model budi daya tanaman karet atau tanaman kayu lain yang dipadukan dengan pertanian usia pendek atau perikanan dan peternakan. Program agroforestri selain mendorong intensifikasi dan produktivitas lahan juga bertujuan memperkuat ketahanan pangan keluarga. Untuk kelancaran program ini terbentuk dua koperasi karyawan RLU di Jambi dan Kalimantan Timur. Melalui koperasi karyawan ini, hasil panen petani sekitar kawasan hutan dapat diserap, di antaranya 137.650 kg beras, 6.843 kg sayuran, 771 kg cabai merah, dan 38 kg ikan.
"Kami optimistis dalam jangka panjang program ini dapat memperkuat dampak positif secara ekonomi dan sosial bagi masyarakat sekitar kawasan hutan. Pada saat yang sama program ini diharapkan dapat menjadi solusi atas persoalan konflik lahan dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku," kata Yasmine.
Anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) Karang Jaya, Barokah, mengatakan petani yang tergabung dalam kelompoknya mendapatkan banyak manfaat dari program kemitraan dengan RLU. "Setelah mendapatkan program pemberdayaan dari perusahaan pendapatan saya meningkat dari rata-rata Rp2,5 juta per bulan menjadi sekitar Rp8 juta per bulan. Melalui program agroforestri saya juga mendapatkan tambahan penghasilan sekitar Rp700 ribu setiap panen sayuran. Keluarga kami juga tidak perlu lagi mengeluarkan uang untuk membeli sayuran untuk kebutuhan sehari-hari," ujarnya.
Public Affairs General Manager RLU Arifadi Budiarjo dalam kesempatan terpisah mengatakan melalui program perhutanan sosial ini masyarakat yang telanjur mengelola kawasan hutan dapat mengelolanya sesuai regulasi yang berlaku. Untuk di area kawasan hutan yang ada izin perusahannya, digunakan yaitu kemitraan kehutanan sebagai salah satu skema perhutanan sosial. Untuk melandasi kemitraan ini kelompok masyarakat akan membuat naskah kesepakatan kerja sama (NKK) dengan perusahaan lalu setelah melalui proses verifikasi akan mendapatkan persetujuan melalui Surat Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Sejauh ini RLU menjalin kerja sama dengan lebih dari 804 petani di sekitar area perusahaan melalui berbagai program mulai dari pelatihan, kemitraan kehutanan, pengembangan agroforestry, dan kerja sama usaha. Harapannya, itu dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidup mereka. Sebanyak 229 petani perusahaan melibatkan dalam CPP serta menyerap hasil panen petani mitra dengan harga kompetitif. RLU juga mengembangkan secara khusus program kerja sama bagi masyarakat asli yakni Orang Rimba (Suku Anak Dalam) di Jambi dan Dayak di Kalimantan Timur serta kelompok perempuan. Pihaknya percaya bahwa untuk mengembangkan kinerja bisnis secara lestari, perusahaan perlu terus meningkatkan dampak positif secara sosial dan lingkungan secara berkesinambungan.
Baca juga: Inflasi Jerman Cetak Rekor Tertinggi dalam 40 Tahun
Pakar kehutanan Universitas Jambi, Dr. Forst Bambang Iriawan, S.P., M.Sc IPU mengatakan program perhutanan sosial dapat menjadi solusi terhadap masalah konflik lahan karena masyarakat memiliki legalitas dalam mengelola lahan. Namun, agar program ini berjalan baik, sangat penting untuk melakukan penguatan kemampuan masyarakat. Di antaranya, penguatan kelembagaan kelompok tani hutan, kapasitas serta kemampuan petani hutan, dan permodalan. Seluruh komponen ini membutuhkan kerja sama yang terintegrasi antara perusahaan, pemerintah, petani, dan akademisi.
Bambang mengatakan, izin perhutanan sosial yang dikeluarkan pemerintah sebenarnya banyak. Hanya, kapasitas masyarakat pengelola hutan yang belum mumpuni. Akibatnya, konsep perhutanan sosial pun belum bisa diimplementasikan secara optimal. Sebaliknya, jika program ini berjalan dengan baik, yang akan mendapatkan manfaat tidak hanya masyarakat, tetapi program perhutanan sosial juga berdampak positif kepada perusahaan. Dengan perhutanan sosial, konflik lahan yang sering terjadi bisa terselesaikan. (OL-14)