PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPN Syariah) mencatat kenaikan total aset yaitu tumbuh 11% menjadi Rp19,2 triliun dari Rp17,29 triliun di Maret 2021. Pendorongnya berasal dari pembiayaan, yang tumbuh menjadi Rp10,64 triliun10% (yoy).
"Kami tumbuh secara sehat dengan net likuid investment menjadi Rp7 triliun, tumbuh 16% (yoy) dan 7% (qtq). Dana pihak ketiga (DPK) tercatat Rp11,69 triliun, tumbuh 6% (yoy) dan 2%(qtq). Artinya sifat bank ini sangat likuid," kata Direktur BTPN Syariah Fachmy Achmad, Senin (25/4).
Ekuitas bank tercatat pada Rp7,5 triliun, tumbuh 6% (yoy). Angka ini sebelum dividen sebesar Rp476 miliar. "Pertumbuhan pembiayaan 10% yoy karena ini setelah angka rights off yang kami lakukan kepada beberapa nasabah yang mengalami kesulitan akibat pandemi," kata Fachmy.
Bank juga mencetak laba setelah pajak menjadi Rp 411 miliar pada kuartal I 2022, tumbuh 10% (yoy) dan 11 % (qtq). Secara Net Margin BTPN Syariah pada kuartal I 2022 menyentuh Rp 1,1 triliun, naik 17% (yoy). Fachmy mengungkapkan laba setelah pajak yang menyentuh Rp 411 miliar adalah yang tertinggi yang dicapai BTPN.
"Laba setelah pajak Rp 411 miliar merupakan yang terbaik selama kuartalan. Sebelumnya sempat menyentuh Rp 402 miliar. Namun selama 2021 tidak pernah menyentuh Rp400 miliar," kata Fachmy.
Meskipun begitu, pada kuartal I 2022 ini, Fachmy mengungkapkan beberapa cita-cita BTPN masih ada yang belum tercapai, dan diharapkan terwujud pada kuartal II 2022.
"Kami masih progres untuk punya internet dan mobile banking yang masih dalam tahap regulator, serta rencana modal ventura. Kamis optimistis 2022 akan jadi lebih baik untuk BTPN Syariah," kata Fachmy.
Sebelumnya, pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT BTPN Syariah Tbk (BTPS) telah menyetujui pembagian dividen tunai sebesar Rp 61,75 per lembar saham atau setara dengan Rp475,6 miliar. RUPST juga menyetujui laba ditahan sebesar Rp969,4 miliar untuk mendukung usaha perseroan ke depan.
Dewi Nuzulianti - Business Planning and Assurance Head menjelaskan setelah lima tahun terakhir bank menjalani perjalanan menuju digital, mereka menemukan pengalaman unik dan melakukan adaptasi digital bertahap kepada para nasabahnya.
"Berbeda dengan bank-bank lain, nasabah kami tergolong unik, yaitu berasal dari kelompok masyarakat pra sejahtera atau pra inklusi keuangan. Tujuan kami untuk melayani segmen ultra mikro lebih sustainable," kata Dewi.
Mayoritas, para calon nasabah bank BTPN Syariah merupakan ibu-ibu di daerah pelosok yang belum mengenal mengenai layanan keuangan, maupun layanan keuangan digital.
"Alat komunikasi, seperti smartphone tidak banyak dimiliki. Kalaupun ada yang punya smartphone, penggunaannya sebatas untuk mengirim pesan dan menelpon, tidak untuk aktif bertransaksi keuangan perbankan atau belanja secara digital. Maka kami harus adaptif untuk digital journey ini," kata Dewi.
Caranya yaitu dengan memanfaatkan nasabah yang telah lebih aktif untuk transaksi keuangan digital sebagai community officer atau agen laku pandai. Orang-orang ini akan mendatangi nasabah konvensional, calon nasabah, dan melayani kegiatan perbankan seperti setoran tabungan.
Dengan konteks adaptif, community officer dibekali dengan teknologi. Nantinya untuk setiap membantu transaksi nasabah lain seperti untuk membeli pulsa, membayar token listrik, maupun transaksi atas belanja di e-commerce, community officer ini akan mendapatkan insentif.
"Pendapatan Mitra Tepat ini akan tergantung dari keaktifan mereka dalam layanan digital perbankan. Mayoritas penggunaannya untuk pembelian pulsa dan beberapa jenis transaksi lainnya," kata Dewi. (E-1)