WAKIL Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan pandemi justru membawa sudut pandang yang berbeda, dengan pesatnya kecepatan adopsi transaksi digital dalam dua tahun terakhir. Maka perbankan perlu mengkaji ulang dan menimbang untuk mengubah model bisnisnya.
"Jadi menurut saya antara 2015 hingga 2019 kecepatan adopsi semakin cepat tetapi dalam cara menengah, tetapi kemudian dalam dua tahun terakhir telah meledak," dalam bincang Side Event Finance Track G20 Indonesia mengangkat Casual Talks on Digital Payment Innovation, Senin (14/2).
Baca juga: Tiga Inisiatif Pembayaran Digital untuk Pemulihan Ekonomi
Oleh karena itu, bagi perbankan kini terdapat dua tantangan. Pertama, mempensiunkan layanan model lama, seperti ATM.
"Bagaimana kita melihat ATM di masa depan, apakah masih relevan. Akankah kita menhapusnya agar tidak ada transaksi lain di tempat umum," kata Tiko.
Selain itu juga perlu dikaji cara bank melihat bisnis akuisisi.Sebab setiap bank juga mayoritas memiliki bisnis akuisisi pembayaran, menggunakan Point Of Sales (POS), dan Electronic Data Capture (EDC).
"Jadi apakah modal lama ini masih akan menjadi keunggulan kompetitif, atau ini menjadi komoditas," kata Tiko.
Konsumen atau pelanggan sekarang sebenarnya yang paling diuntungkan dari perubahan digital ini karena menjadi memiliki banyak cara pembayaran yang berbeda.
Bila lima tahun lalu mungkin hanya ada tiga cara pembayaran, yaitu dengan transfer langsung, kartu debit, atau kartu kredit. Tetapi kini ada cara lain dimana konsumen tidak menggunakan dompet fisik lagi, hanya perlu menggunakan aplikasi digital yang berisi dompet digital dan instrumen pembayaran lainnya.
"Oleh karena itu bagi pelanggan, sebenarnya yang dicari yang paling mudah dan paling murah untuk mereka gunakan dan segmen kelompok pelanggan yang berbeda memiliki preferensi yang berbeda," kata Tiko. (OL-6)