JUMLAH penduduk miskin Indonesia pada September 2021 tercatat sebanyak 26,50 juta orang, atau 9,71% dari total penduduk. Itu berarti terjadi penurunan 1,04 juta orang dari kondisi Maret 2021 dan turun 1,05 juta orang dari September 2020.
"Jadi kalau dilihat trennya itu semakin bagus karena penduduk miskin semakin turun. Artinya upaya perbaikan ekonomi itu sudah mulai terasa," ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono dalam konferensi pers secara daring, Senin (17/1).
Dia menambahkan, penurunan kemiskinan di pedesaan jauh lebih cepat ketimbang di perkotaan dalam periode Maret-September 2021. Dari data BPS, jumlah penduduk miskin di pedesaan tercatat menurun 0,57% poin dari 13,10% di Maret 2021 menjadi 12,35% di September 2021.
Sementara penurunan kemiskinan di perkotaan 0,29% poin dari 7,89% di Maret 2021 menjadi 7,60% di September 2021. Dengan kata lain, kata Margo, upaya pemerintah untuk mengurangi penduduk miskin di pedesaan berjalan lebih baik.
"Kalau pemerintah membangun pinggiran itu bisa lebih terasa. Di pedesaan turunnya 0,57%, dan perkotaan 0,29%. Kalau ini dijaga, maka disparitas itu lambat laun akan makin mengecil," terangnya.
Baca juga: Sinergi dan Kolaborasi Dorong Peningkatan Ekspor Produk Halal Indonesia
Keberhasilan upaya pengurangan kemiskinan juga dapat dilihat dari menurunnya indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan. Keduanya, kata Margo, mengalami perbaikan, atau penurunan dari posisi Maret 2021.
BPS mencatat indeks kedalaman kemiskinan di September 2021 di angka 1,67, lebih rendah dari posisi Maret 2021 di angka 1,71. Adapun indeks kedalaman kemiskinan mengindikasikan jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan.
Sementara indeks keparahan kemiskinan tercatat di angka 0,418, lebih rendah dari posisi Maret 2021 yang tercatat 0,424. Margo bilang, indeks keparahan kemiskinan mengindikasikan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
"Jadi kesimpulannya, selama setahun ini ada kinerja baik pada penurunan kemiskinan," kata dia.
Adapun untuk melihat kemiskinan tersebut, BPS menggunakan garis kemiskinan sebagai alat ukurnya. Selama Maret-September 2021, garis kemiskinan naik 2,89%, yaitu dari Rp472.525 per kapita per bulan pada Maret 2021, menjadi Rp486.168 per kapita per bulan pada September 2021.
Peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Pada September 2021, komoditi makanan menyumbang sebesar 74,05% pada garis kemiskinan.
Dengan garis kemiskinan nasional Rp486.168 per kapita per bulan, imbuh Margo, maka didapati garis kemiskinan per rumah tangga miskin sebesar Rp2.187.756 per kapita per bulan. Dus, rumah tangga yang pengeluarannya berada di bawah nilai tersebut dikategorikan sebagai keluarga miskin.
Lebih lanjut, Margo mengungkapkan, tren penurunan kemiskinan itu diikuti dengan penurunan ketimpangan. Pasalnya terjadi penurunan gini ratio dari Maret 2021 di angka 0,384 menjadi 0,381 pada September 2021.
Dia bilang, bila angka indeks gini mendekati 1, maka ada ketimpangan yang cukup tinggi. Berdasarkan provinsi, D.I Yogyakarta menjadi wilayah dengan tingkat ketimpangan tertinggi. Gini ratio di Kota Pelajar itu mencapai 0,411 di September 2021, naik dari Maret sebesar 0,409. (OL-4)