Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pemerintah tengah berupaya mencari jalan keluar untuk mengatasi potensi kesenjangan produksi dan permintaan minyak bumi. Pasalnya, produksi minyak nasional dalam beberapa tahun terakhir cenderung menurun, sedangkan kebutuhan terus meningkat.
Hal itu disampaikannya dalam 2nd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2021 bertema Memanfaatkan Momentum Pemulihan Ekonomi untuk Mendukung Pencapaian Target Produksi 1 Juta BPOD dan 12 BSCFD Gas di 2030 secara virtual, Selasa (30/11).
"Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, baru-baru ini berdiskusi dengan Kementerian Keuangan untuk mencoba melihat perbaikan dari segi fiskal yang perlu disediakan untuk memberikan kebijakan dan reformasi yang komprehensif terkait dengan pemulihan biaya, gross split, atau perpajakan. Secara umum, ini masih dalam pembahasan," ujar Sri Mulyani.
Namun dia meyebutkan, persoalan menurunnya produksi minyak nasional tak melulu berasal dari dukungan fiskal. Investasi yang mengalir deras untuk mendukung produksi minyak menurut Sri Mulyani juga dibutuhkan.
Selain itu, dibutuhkan juga kepastian dalam kontrak kerja sama industri minyak diikuti dengan efisiensi dan pemanfaatan teknologi. Hal yang tak kalah penting ialah transparansi dan tata kelola pada sektor minyak bumi.
Pasalnya, minyak merupakan bagian sumber daya alam yang tak bisa diperbarui dan suatu saat akan habis. Transparansi dan tata kelola yang baik dibutuhkan, bukan hanya untuk menarik investor, tapi juga sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada generasi berikutnya.
"Kita berutang ini kepada generasi berikutnya. Jadi bagi kita untuk dapat terus mengelola dan membangun kerangka kebijakan yang kuat dan andal akan menjadi sangat penting," jelas Sri Mulyani.
Indonesia sejatinya telah menetapkan target lifting minyak hingga 1 juta barel per hari dan 12 miliar kaki kubik gas per hari. Namun faktanya, produksi minyak dari tahun ke tahun terus menurun dan jarang memenuhi target lifting yang ada di dalam APBN.
Bahkan Ani menyebutkan realisasi lifting minyak di 2020 jauh lebih rendah ketimbang produksi minyak pada satu dekade lalu. Menurunnya produksi minyak itu kerap menyebabkan defisit neraca transaksi berjalan lantaran Indonesia harus mengimpor minyak demi memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Sebetulnya, imbuh Ani, Indonesia bisa mengatasi persoalan pemenuhan kebutuhan minyak itu dengan mengoptimalisasi sumber-sumber baru. Terlebih saat ini dilaporkan terdapat 95 cekungan baru yang potensial menghasilkan minyak namun belum digarap oleh industri.
"Hal ini tentunya juga menjadi tantangan bagaimana kita dapat meningkatkan produksi," pungkasnya. (OL-12)