18 November 2021, 14:21 WIB

Serikat Karyawan Minta BPK Audit Forensik Perusahaan Garuda


 Insi Nantika Jelita | Ekonomi

ADEK BERRY / AFP
 ADEK BERRY / AFP
Pesawat Boeing 373-800 NG milik perusahaan Garuda Indonesia di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang.

PENGURUS Serikat Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga) meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit maskapai tersebut karena adanya dugaan korupsi di badan perusahaan pelat merah itu.

Ketua Harian Sekarga Tomy Tampatty mengungkapkan, dugaan korupsi itu awalnya datang dari pernyataan mantan Komisaris PT Garuda Indonesia Peter Gontha, yang menyebut ada indikasi praktik korupsi dalam pengadaan pesawat Boeing 737 Max.

"Kami pengurus Serikat Karyawan Garuda Indonesia pada kesempatan ini memohon kiranya BPK dapat melakukan audit forensik terhadap semua transaksi pengadaan pesawat, pengadaan mesin pesawat di masa lalu dan proses pengadaan di masa kini," ungkapnya dalam keterangan resmi, Kamis (18/11).

Sekarga berharap, BPK dapat mengusut dugaan korupsi terhadap semua transaksi tersebut dan meminta semua temuan hasil audit nantinya yang terindikasi adanya praktik kejahatan itu ditindaklanjuti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar bisa dihukum.

Bisnis Garuda memang tengah dirundung masalah karena memiliki utang jumbo hingga US$9,8 miliar atau sekitar Rp139 triliun. Emiten dengan kode perusahaan GIAA itu pun secara teknis sudah dinyatakan bangkrut, karena mencatatkan ekuitas negatif sebesar Rp40 triliun per September 2021.

"Siapa pun yang terbukti harus dihukum dan disita kekayaannya untuk menambah modal penyelematan kelangsungan flag carrier Garuda Indonesia," tutup Tomy.

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir menyinggung, masalah finansial Garuda didominasi dari utang lessor atau penyewa pesawat. Kasus dugaan korupsi di badan maskapai itu juga diungkit oleh Erick.

"Upaya restrukturisasi terus berjalan. Negosiasi utang-utang Garuda yang mencapai US$ 7 miliar, karena leasing cost termahal yang mencapai 26% dan juga (kasus) korupsi. Ini lagi dinegosiasikan dengan para lessor," ungkapnya dalam rilis resmi, Kamis (4/11).

GIAA diketahui memiliki utang ke lessor atau penyewa pesawat sebesar US$6,3 miliar atau sekitar Rp89,8 triliun.

Dari 800 kreditur yang akan dihadapi, Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra menyebut, yang paling sulit adalah lessor. (Ins/OL-09)

BERITA TERKAIT