IMPOR garam diperlukan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan industri sektor manufaktur. Kebutuhan industri manufaktur terhadap garam secara total mencapai 3,8 juta ton dari penggunaan garam konsumsi rumah tangga dan komersial sebesar 4,6 juta ton garam.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Muhammad Khayam mengakui hal itu kepada Media Indonesia, Kamis (18/3). Garam menjadi bahan baku pada empat sektor, yakni CAP petrokimia dan pulp kertas, aneka pangan, pengeboran minyak, serta farmasi dan kosmetik
"Empat sektor tersebut membutuhkan 3,07 juta ton yang masih menggunakan garam impor karena memang belum dapat dipenuhi dari garam lokal," kata Khayam. Kebutuhan impor garam itu, lanjutnya, diperlukan dari sisi kuantitas untuk masa waktu satu tahun serta kualitas atau standar mutunya yang mensyaratkan NaCl minimal 97%, zat aktif atau impurities yang dikatakan ketat, homogenitas, dan kontinuabilitas pasokan. Impor garam dibutuhkan pula dari sisi harga yang kompetitif.
Dia menjelaskan, keputusan garam impor untuk bahan baku industri kuota importasinya ditentukan melalui rapat koordinasi Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto pada Januari 2021. Rapat tersebut dihadiri oleh Kemenperin, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (APGRI) Muhammad Jakfar Sodikin meminta pemerintah untuk mengkaji ulang rencana impor garam di tahun ini. Dia mengatakan, stok garam lokal yang dimiliki sekarang lebih dari 700 ribu ton.
Dia menambahkan, program pemerintah seharusnya lebih jelas dan terarah dalam meningkatkan produktivitas dan harga garam rakyat. "Harusnya apabila ingin produksi naik, kan impor harus turun, bukan malah naik. Kami mendesak kepada pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan impor garam ini," ungkap Jakfar kepada Media Indonesia, Selasa (16/3). (OL-14)