BADAN Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor Indonesia pada Februari 2021 sebesar US$13,26 miliar. Angka itu tumbuh 14,86% dibandingkan Februari 2020 (year on year/yoy) yang sebesar US$11,55 miliar, tapi turun 0,49% bila dibandingkan Januari 2021 (month to month/mtm) yang sebesar US$13,33 miliar.
"Nilai impor Indonesia pada Februari 2021 terjadi kenaikan yang cukup tinggi, dua digit, sebesar 14,86%, dibandingkan posisi Februari tahun lalu. Secara bulanan, memang terjadi penurunan impor, tapi tipis sekali hanya 0,49%," tutur Kepala BPS Suhariyanto saat menyampaikan rilis, Senin (15/3).
Kenaikan nilai impor hingga 14,86% terjadi lantaran pada Februari 2021 ada peningkatan impor nonmigas sebesar 22,03% dari US$9,0 miliar di Februari 2020 menjadi US$11,96 miliar pada Februari 2021. Sedangkan impor migas dari periode yang sama mengalami penurunan 25,37% dari US$1,75 miliar menjadi US$1,30 miliar.
Kenaikan total nilai impor nasional tersebut, imbuh Suhariyanto, merupakan indikasi positif bagi sektor perdagangan di Indonesia. Sebab, kenaikan itu baru terjadi lagi setelah 20 bulan terakhir mengalami penurunan nilai impor.
"Saya pikir ini indikasi yang bagus. Terakhir kali impor kita mengalami kenaikan di Juni 2019. Jadi kalau dibandingkan dengan posisi yoy, impor selama 2019 dan 2020 selalu negatif, hanya mengalami kenaikan pada Juni 2019. Pada waktu itu sebesar 2,02% dan Februari ini untuk pertama kali sesudah sekian bulan tumbuh negatif, impor kita naik sebesar 14,86%," jelasnya.
Peningkatan nilai impor hingga dua digit pada Februari 2021 terjadi lantaran kenaikan impor barang konsumsi sebesar 43,59% dibandingkan Februari 2020. Begitu pula impor bahan baku atau penolong yang tumbuh 11,53% (yoy) dan impor barang modal yang tumbuh 14,86% (yoy).
Peningkatan impor konsumsi terjadi karena peningkatan impor pada komoditas farmasi dan beberapa buah-buahan dan sayuran. Bila dibandingkan dengan Januari 2021, nilai impor pada Februari 2021 mengalami penurunan 13,78% karena turunnya impor vaksin untuk manusia, bawang putih, dan beberapa buah-buahan dari Tiongkok.
Sementara impor bahan baku atau penolong mengalami peningkatan karena meningkatnya impor mesin yang dilakukan oleh industri dari Jepang, Filipina, Singapura, dan Amerika Serikat. Demikian pula impor barang modal yang menandakan industri Tanah Air mulai bergeliat. Bila dilihat secara bulanan, kata Suhariyanto, pertumbuhan impor bahan baku turun 0,50% dan impor barang modal naik 9,08%.
"Struktur impor kita 75% berasal dari bahan baku. Geliat impor ini boleh dibilang menggembirakan, karena mengindikasikan bahwa pergerakan industri dan nanti investasi mulai bergulir,” jelasnya.
Adapun impor Indonesia pada Februari 2021 terbesar berasal dari Brasil, yakni US$162,7 juta. Itu karena ada peningkatan impor komoditas seperti raw sugar, oil cook dari Negeri Samba. Impor terbesar kedua berasal dari Australia dengan nilai US$156,3 juta untuk mendatangkan gandum dan hewan ternak betina ke Indonesia.
Sebaliknya, impor dari Tiongkok tercatat turun US$215,9 juta pada Februari 2021 karena penurunan impor mesin. "Tapi pangsa impor tidak banyak berubah. Impor kita terutama berasal dari Tiongkok share-nya 32,87%, disusul Jepang dan ketiga dari Thailand. Posisi ketiga ini agak bergeser dibanding bulan lalu yang ditempati Korea Selatan. Impor dari UE 6,67%. Dari ASEAN 19,10%," jelas Suhariyanto.
Lebih lanjut, secara kumulatif nilai impor Indonesia pada Januari hingga Februari 2021 tercatat US$26,59 miliar. Angka itu meningkat 3,01% bila dibandingkan dengan periode yang sama di 2020 sebesar US$25,82 miliar. (OL-14)