04 October 2020, 15:30 WIB

Ekonom: Besaran Pesangon Jangan Bebani Perusahaan


Insi Nantika Jelita | Ekonomi

DOK CSIS
 DOK CSIS
Ekonom Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Fajar B Hirawan

EKONOM Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Fajar B Hirawan angkat bicara terkait usulan pemerintah agar besaran pesangon PHK dikurangi menjadi 25 kali upah pekerja. Ia mengungkapkan, selama ini para pelaku usaha terbebani akibat biaya tenaga kerja di Indonesia.

"Menurut saya, idealnya besaran uang pesangon jangan terlalu membebani. Namun, perusahaan wajib memenuhi segala fasilitas dasar pekerja," kata Fajar kepada Media Indonesia, Minggu (4/10).

Fasilitas dasar tersebut seperti BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, uang makan, transportasi atau biaya komunikasi yang harus dipenuhi perusahaan. Fajar mendorong pemerintah untuk memberikan keyakinan bahwa klausul soal pesangon PHK sebesar 25 kali upah cukup menguntungkan bagi buruh.

"Asalkan pihak pemerintah dan employer bisa menjelaskan dan meyakinkan mereka terkait hal itu, harusnya mereka (pekerja) bisa mengerti. Dan yang terpenting ke depannya tidak ada lagi outsourcing," jelas Fajar.

Ia menilai, sejak 2003 sektor ketenagakerjaan di Indonesia masih menjadi faktor penghambat akselerasi daya saing industri di Indonesia. UU Ketenagakerjaan sejak lama menjadi batu sandungan bagi sektor industri di Indonesia.

"Severance pay atau uang pesangon di Indonesia tertinggi di wilayah ASEAN. Hal inilah yang terkadang membuat investor dalam dan luar negeri terbebani untuk membuka usahanya di Indonesia," ungkap Ekonom CSIS itu.

"Dan pada akhirnya mereka lebih memilih melakukan outsourcing atau merekrut buruh atau pekerja dengan skema kontrak," tambah Fajar.

Berbeda dengan Fajar, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyebut, adanya usulan mengurangi pesangon menjadi 25 kali upah dari sebelumnya 32 kali upah akan berdampak buruk terhadap buruh.

"Di klaster ketenagakerjaan dengan adanya pengurangan hak pesangon akan menurunkan daya beli buruh. Ini tidak bisa diterima oleh pekerja yang saat ini rentan di PHK. Masyarakat akan dirugikan," pungkasnya.

Sebelumnya, pemerintah mengusulkan ada perubahan dalam pemberian pesangon PHK dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi 25 kali upah.

"Dengan memperhatikan kondisi saat ini terutama dampak covid-19 maka beban tersebut diperhitungkan ulang. Perhitunganya, beban pelaku usaha atau pemberi kerja maksimal 19 kali gaji dan ditambah dengan dengan JKP sebanyak 6 kali," jelas Staf Ahli Kemenko Perekonomian Elen Setiadi dalam tayangan Youtube Panja RUU Cipta Kerja Baleg DPR, Sabtu (3/10)

Untuk menghitung besaran pesangon, pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah diatur besaran pesangon bila mengalami PHK (pemutusan hubungan kerja) dengan nilai maksimal 32 kali upah. 

Perhitungan uang pesangon yang diatur dalam Pasal 156 ayat 2 UU No 13/2003 adalah jika masa kerja kurang dari 1 tahun maka 1 bulan upah. Jasa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun mendapat 2 bulan upah, dan seterusnya. (P-2)

BERITA TERKAIT