SETIAP tahunnya, Indonesia selalu merayakan Hari Pangan Sedunia (HPS). Pada peringatan ke-39 ini, Kementerian Pertanian memilih Sulawesi Tenggara (Sultra) sebagai tuan rumah karena dipandang memiliki potensi pangan yang besar. Saat ini pertanian di Sultra berbasis perkebunan, misalnya, cengkih, jambu mete, kelapa dalam, lada, kakao, dan sagu.
"Sebagai tuan rumah puncak peringatan HPS tahun ini, Provinsi Sultra dipilih karena memiliki potensi besar untuk memberikan sumbangsih pada sektor perkebunan nasional," terang Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam sambutan HPS ke-39 di Kendari dan Konawe Selatan bertema Teknologi industri dan pangan menuju Indonesia lumbung pangan dunia 2045.
Dalam acara ini diperkirakan dihadiri lebih dari 10 ribu orang. Sebanyak 50 tamu di antaranya para duta besar negara sahabat. Mereka akan hadir serta menyaksikan parade pertanian dan kecanggihan mekanisasi pertanian di Indonesia.
Peringatan HPS tahun ini diadakan di dua lokasi, yakni Kota Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan, tepatnya di Kecamatan Angata. Kota Kendari akan jadi pusat lokasi pameran, sedangkan Kecamatan Angata, Kabupaten Konawe Selatan akan menjadi tempat pergelaran teknologi, khususnya teknologi budi daya kakao milik rakyat.
Kecamatan Angata ialah wilayah yang memiliki latar belakang budi daya kakao yang cukup baik. Misalnya, saat terjadinya kemarau panjang di seluruh wilayah Indonesia, petani kakao di Kecamatan Angata masih mendapatkan panen kakao dengan baik, bahkan dapat panen di luar musim.
Pengembangan komoditas pertanian khususnya subsektor perkebunan di Sultra juga memiliki khasanah spesifik yang berbasiskan pada kekhasan sumber daya yang tersedia. Dengan luas lahan kakao sebesar 257 ribu ha, Sultra merupakan yang ketiga di Indonesia setelah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan.
Lahan itu terdiri atas 42 ribu ha tanaman kakao belum menghasilkan (TBM), 135 ribu ha tanaman kakao menghasilkan (TM), dan 79 ribu ha tanaman kakao tidak menghasilkan atau rusak.
Di bagian lain, berdasarkan data BPS, produksi kakao Sultra pada 2018 tercatat 105 ribu ton dengan produktivitas hanya 774 kg per ha, bahkan terjadi tren rata-rata penurunan produksi, yakni 2.000 ton/tahun dalam 3 tahun terakhir. Daerah pengembangan kakao di Sultra itu tersebar di wilayah Konawe, Konawe Selatan, Kolaka, Kolaka Utara, dan Kolaka Timur.
Dalam rangkaian kegiatan HPD 2019 ini bakal digelar sejumlah kegiatan, mulai tur diplomatik yang mengunjungi kawasan sagu di Konawe pada 2 November, pergelaran inovasi teknologi kakao di Pudambu, Konawe Selatan, aneka lomba dan demo, seminar dan panen raya kakao oleh para undangan dan duta besar para negara sahabat.
Keunggulan lokal
Dekan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo Kendari, Tufaila Hemon, menilai HPS ke-39 kali ini jadi ajang untuk mempromosikan pangan unggulan daerahnya, seperti sagu dan kakao, kepada masyarakat dunia.
Sejumlah isu pokok pangan dunia jadi tujuan digelarnya HPS kali ini, di antaranya kecukupan pangan pada berbagai daerah maupun negara yang masih terbatas, harga kebutuhan pangan yang terlampau tinggi di berbagai mancanegara, dan keanekaragaman pangan yang hanya jadi ikon setiap daerah itu sendiri.
"Untuk Sultra sendiri kami memberi ikon pangan sagu dan kakao lantaran selain menjadi ciri khas yang dominan bagi Sultra, juga dikenal secara nasional maupun internasional, termasuk provinsi pemasok kakao terbesar di Indonesia dari sisi produksi, produksi total, serta luas lahannya," kata Tufaila.
Ia berharap lewat HPS sagu dan kakao ke depannya tak hanya dikonsumsi sebagai makanan pokok, tetapi juga bisa menghasilkan produk berkualitas dan terjamin kesehatannya.
"Pangan hasil olahannya harus dikembangkan, seperti sagu, bisa dibuat menjadi tepung, bisa dibuat mi, biskuit, dan aneka olahan sagu lainnya. Jika seperti itu nilai ekonominya akan jauh lebih tinggi," jelasnya.
Dalam menyambut HPS ke-39, ia juga berharap keanekaragaman pangan yang ada di dunia dapat tercukupi, dilestarikan, serta dibudidayakan secara baik. "Apalagi dalam menghadapi era industri 4.0 saat ini, kita perlu memikirkan hal yang terbaik untuk kebutuhan pangan kita," ujar Tufaila.
Kuliner daerah
Dalam menyambut HPS tahun ini, Pemprov Sultra juga melakukan sejumlah persiapan, di antaranya mempersiapkan berbagai sajian kuliner khas daerah yang terbuat dari bahan baku nonberas.
Wali Kota Kendari, Sulkarnain Kadir, mengatakan sebagai salah satu tuan rumah ajang internasional, sejumlah jenis makanan khas daerah nonberas seperti Sinonggi, Kasuami, Kambose, dan Kabuto, atau disingkat Sikato dipersiapkan untuk menyambut para tamu peserta HPS.
"Makanan khas daerah yang terbuat dari sagu, jagung, dan ubi kayu itu sengaja kami persiapkan untuk para tamu yang dipersembahkan pada saat peserta HPS berada di pameran nanti," ujar wali kota.
Selain makanan khas daerah, pihaknya juga menyediakan berbagai jenis tanaman sayuran yang menggunakan konsep hidroponik sebagai bagian dari swasembada sayur.
"Ini kabar gembira buat kita semuanya dan masyarakat harus menunjukkan antusiasme untuk menyambut para tamu dari berbagai daerah dan beberapa duta negara sehingga dengan banyaknya jumlah stan pameran pembangunan pertanian nanti, tentu banyak juga yang dilihat," kata Sulkarnain.
Peringatan HPS ke-39 yang dipusatkan di Sultra itu mendapat sambutan positif dari pemerintah dan masyarakat Kota Kendari, terlebih kegiatan pameran yang akan dihadiri semua provinsi itu berlangsung di alun-alun eks penyelenggaraan musabaqah tilawatil quran (MTQ) Kendari.
Baca juga: Kementan-Pemprov Sultra Kembangkan Industri Pangan Lokal
Menurut rencana, selain dihadiri para duta besar dari berbagai negara serta para Menteri Kabinet Indonesia Maju, Presiden Joko Widodo juga dijadwalkan membuka secara resmi peringatan HPS ke-39 tersebut di Desa Puudambu, Kecamatan Angata, Kabupaten Konawe Selatan, Sultra. (Dro/S5-25)