Memilih Penjaga Konstitusi



Views : 1628 - 26 September 2023, 05:00 WIB

KOMISI III DPR RI mulai kemarin dan hari ini menggelar uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka akan memilih satu putra/putri terbaik bangsa untuk menggantikan Wahiduddin Adams.

Ada delapan calon hakim MK yang diuji. Empat calon hakim MK diuji Senin (25/9). Empat lainnya diuji hari ini, Selasa (26/9).

Kedelapan calon hakim MK yang diuji kepatutan dan kelayakan tersebut ialah Reny Halida Ilham Malik, Firdaus Dewilmar, Elita Rahmi, Aidul Fitriciada Azhari, Putu Gede Arya, Abdul Latif, Haridi Hasan, dan Arsul Sani.

Dari kedelapan calon hakim MK itu, Reny Halida Ilham menjadi salah satu kandidat yang paling disorot. Rekam jejaknya cukup mentereng dalam tanda kutip yakni pernah 11 kali memberikan potongan masa hukuman bagi terpidana kasus korupsi, salah satunya kasus yang menyeret jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Komisi III DPR menjanjikan proses uji kepatutan dan kelayakan tersebut akan berlangsung transparan dan objektif. Masyarakat dipersilakan untuk menyaksikan proses tersebut.

MK merupakan lembaga yang unik dan berbeda dari lembaga peradilan lainnya. Hakim MK dikenal sebagai penjaga konstitusi negara yang diharapkan mampu melihat secara jernih konstitusi negara sebelum membuat suatu keputusan penting. Karena itu, DPR harus jeli dan ketat melihat integritas dan kompetensi para calon hakim MK dalam uji kelayakan.

Dengan posisinya yang sangat penting itu, hakim MK bukan hanya harus memiliki integritas, tetapi juga kemampuan yang mumpuni mengenai konstitusi. Mereka harus mampu melayani judicial review yang diajukan masyarakat.

Karena itu, masyarakat mengharapkan uji kepatutan dan kelayakan ini bukan hanya formalitas. DPR harus memilih calon hakim MK yang benar-benar kredibel, memiliki kompetensi, dan rekam jejak yangg baik. Terlebih para hakim MK akan mengadili sengketa Pemilu 2024.

Jangan pilih hakim MK yang jelas-jelas memiliki rekam jejak membela koruptor. Hakim MK, selain harus mempunyai kemampuan yang mumpuni dan berintegritas, juga harus memiliki karakter sebagai negarawan. Dengan karakter seperti itu, seorang hakim MK mendedikasikan hidupnya kepada bangsa dan negara. Bukan lagi menjadikan jabatan sebagai hakim nan mulia untuk memperkaya diri sendiri atau menguntungkan kelompok tertentu.

Cukup sudah noktah hitam MK dengan ditangkapnya Ketua MK Akil Mochtar pada 2 Oktober 2013 dan hakim MK Patrialis Akbar pada 25 Januari 2017 oleh KPK sebagai peringatan terakhir. Melalui ketukan palu yang memberikan kepastian hukum, keadilan hukum, dan kemanfaatan hukum bagi masyarakat, para hakim MK berkontribusii besar mengukuhkan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Rakyat mengharapkan sembilan hakim MK untuk menjalankan kekuasaan kehakiman yang merdeka berdasarkan konstitusi dan prinsip negara hukum. Mereka yang disebut ‘wakil Tuhan di muka bumi’ ini bertugas tidak semata menegakkan hukum, tetapi juga memperkuat Indonesia sebagai negara demokrasi. Hakim konstitusi harus memahami segala hal yang terkait dengan muatan konstitusi, seperti cita-cita negara, struktur organisasi negara, serta hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara.

Karena itu, kegagalan dalam memilih calon hakim MK secara transparan, objektif, akuntabel, dan partisipatif akan menjadi petaka bagi kelangsungan peran hakim sebagai pengawal konstitusi.

Kita berharap Komisi III DPR bekerja dengan benar dalam memilih hakim konstitusi. Hingga kini, sejujurnya rakyat masih harap-harap cemas dengan putusan-putusan yang akan dikeluarkan hakim konstitusi melihat sejumlah putusan MK yang kontroversial sebelumnya.

Putusan yang berkualitas, selain sebagai mahkota hakim, juga merupakan mutiara bagi pencari keadilan.

 

BACA JUGA