Menjaga Integritas Pemilu



Views : 1142 - 06 June 2023, 05:00 WIB
img

SALAH satu prinsip dalam demokrasi ialah keterbukaan. Pemilihan umum, sebagai salah satu instrumen demokrasi, tidak terkecuali harus pula berlandaskan prinsip tersebut pada setiap tahapannya, termasuk masa kampanye. Setidaknya ada tiga prinsip pemilu yang diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), yakni jujur, terbuka, dan akuntabel. Artinya, segala hal yang menyangkut pelaksanaan pesta demokrasi itu harus dapat dipertanggungjawabkan serta menghindari segala bentuk kecurangan.

Jadi, alangkah aneh jika Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara pemilu baru-baru ini justru menghapus aturan mengenai laporan penerimaan sumbangan dana kampanye (LPSDK). Padahal, tahapan itu sebagai salah satu bagian dari bentuk akuntabilitas. Alasan pihak KPU, hal itu tidak diatur dalam Undang-Undang Pemilu dan masa kampanye yang dinilai terlalu pendek.

Selain itu, mereka menilai hal itu secara substansi telah tertuang di dalam laporan awal dana kampanye (LADK) dan laporan penerimaan pengeluaran dana kampanye (LPPDK). Padahal, ketiga hal itu merupakan hal yang berbeda. LADK dan LPPDK merupakan laporan dana, sebelum dan setelah masa kampanye, sedangkan LPSDK dalam paruh waktu masa kampanye.

Harus tegas diingatkan bahwa esensi filosofis kehadiran LPSDK ialah untuk mendesak peserta pemilu bertindak jujur dalam melaporkan penerimaan sumbangan para calon anggota legislative mereka pada paruh waktu masa kampanye. Dengan begitu, selain bisa menjadi bahan pertimbangan rakyat dalam menentukan pilihan mereka, laporan dana sumbangan itu juga merupakan salah satu bentuk transparansi sesuai dengan Pasal 4 huruf b UU Pemilu agar pemilu berlangsung adil dan berintegritas. Jika tahapan itu dihilangkan, selain dapat merusak integritas pemilu, hal itu, menurut Indonesia Corruption Watch (ICW) dan beberapa lembaga lainnya yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih, bisa menjadi celah penyelewengan atau korupsi.

Lagi pula, kewajiban menyerahkan LPSDK yang sudah berlangsung selama ini tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, sekalipun tak pernah disebutkan secara spesifik dalam UU Pemilu. Mengapa hal yang sudah baik itu mesti dihilangkan? Apalagi, alasan mereka yang menilai masa waktu kampanye dianggap terlalu pendek juga benar-benar tidak masuk akal. Secara administrasi pelaporan itu bukan tugas dan wewenang KPU, melainkan parpol. Tugas KPU hanya menerima dan memverifikasi untuk kemudian dipublikasikan kepada publik. Apa susahnya?

Wajar jika publik mempertanyakan alasan di balik keputusan itu. Wajar pula jika Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih mendesak agar KPU agar mencabut keterangan mereka dan tetap mengakomodasi laporan penerimaan sumbangan dana kampanye untuk Pemilihan Umum 2024. Sudah sepatutnya pula Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sebagai lembaga yang dimandatkan untuk menjalankan fungsi pengawasan menegur KPU. Sebagai penyelenggara pemilu, sekali lagi harus tegas diingatkan bahwa KPU bertugas mewujudkan pelaksanaan mekanisme suksesi kepemimpinan dalam alam demokrasi ini berlangsung adil, bersih, dan berintegritas, bukan malah merusaknya. Dengan menghilangkan laporan penerimaan sumbangan dana kampanye, justru integritas KPU yang patut dipertanyakan.

BACA JUGA