Bubarnya Boneka Istana



Views : 1716 - 29 May 2023, 21:00 WIB
img

BERHIMPUN, berkoalisi hendaknya dilakukan dengan dilandasi tujuan yang jelas dan bermartabat. Yang dimaksud jelas dan bermartabat ialah tujuan yang tidak sekadar sama, tapi juga punya daya ikat kepentingan yang kuat, sehingga setiap anggota koalisi tidak gampang menggadaikan martabat serta muruah koalisi hanya demi kepentingan yang menguntungkan diri masing-masing anggota. 

Ketika tidak punya tujuan dan kemauan yang jelas, juga tidak dibarengi dengan proses pencapaian tujuan yang terstruktur, koalisi sebesar apa pun tidak akan menghasilkan sesuatu yang besar dan bermakna. Luarnya tampak besar, tapi dalamnya kosong. Koalisi seperti itu pada akhirnya hanya menjual kekuatan kuantitatif, alih-alih menawarkan keunggulan substantif.


Dalam konteks politik saat ini, contoh paling gamblang dari koalisi tanpa isi itu ialah Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Partai Golkar, Parta Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sejak awal maksud pembentukannya sudah tidak jelas. Mereka seperti sekadar berhimpun tanpa konsep, visi dan alur yang pasti untuk menggapai tujuan besar berkoalisi yaitu meraih kekuasaan.

Kekuatan yang sedianya besar itu pada akhirnya hanya menjadi kendaraan, alat, bahkan boneka untuk kekuatan yang lain. Bukan hal yang perlu ditutup-tutupi lagi bahwa sedari dibentuk, KIB seolah menjadi tunggangan Istana yang begitu getol menginginkan pemimpin nasional hasil Pilpres 2024 yang mampu meneruskan model dan gaya kepemimpinan saat ini. 

Istana sepertinya ingin memanfaatkan ketiadaan figur calon presiden yang kuat di koalisi tersebut sebagai senjata untuk 'mendayagunakan' KIB dalam Pilpres 2024. Artinya, kepentingan pihak lain justru lebih terasa menjadi fondasi pembentukan KIB ketimbang kepentingan mereka sendiri. Karena itu, sudah pasti fondasi koalisi itu rapuh. 

Bangunan dengan fondasi yang rapuh tentu akan mudah limbung. Penghuninya yang juga oportunis gampang tercerai-berai karena setelah melalui proses politik yang begitu dinamis. Mereka tak lagi sejalan karena berbeda pilihan. Perbedaan pilihan itu juga dipicu oleh sikap Istana yang gamang dan cenderung main dua kaki. Kaki yang satu mendukung Ganjar Pranowo, tapi kaki lain mendekati Prabowo Subianto.

Kemenduaan Istana itu tecermin pula pada sikap anggota KIB. Diawali oleh PPP yang merapat ke kubu PDI Perjuangan, ikut mendukung Ganjar dengan harapan mereka dapat posisi wakil presiden. Lalu, elite-elite PAN kini juga tengah dihinggapi kebimbangan, menyokong Ganjar atau Prabowo. PAN bahkan tanpa malu-malu berkonsultasi ke Presiden Joko Widodo untuk meminta arahan soal bacapres.

Golkar lebih bingung lagi. Karena selain dua pilhan bacapres dari eksternal tadi, sejatinya mereka juga masih menyimpan misi untuk mengusung ketua umumnya, Airlangga Hartarto, sebagai capres dari Partai Beringin itu. Mencalonkan Airlangga adalah amanat Musyawarah Nasional (Munas) Golkar 2019 serta Rapimnas Golkar pada 2021 lalu.

Pada akhirnya, inilah nasib koalisi boneka yang dibangun tanpa kehendak dan tujuan yang bermartabat. Secara formal KIB mungkin masih ada, tetapi sesungguhnya mereka sudah bubar jalan. Ambyar.
 
BACA JUGA