Negara Majal, Pangan Mahal



Views : 1987 - 25 March 2023, 05:00 WIB
img

SUDAH jamak tiap kali memasuki Ramadan, pengeluaran untuk belanja komoditas pangan terasa lebih berat membebani kantong rumah tangga. Harga-harga naik, bahkan sebelum bulan puasa.

Memang ada kenaikan volume belanja rumah tangga. Teorinya, sesuai hukum pasar, ketika permintaan terhadap suatu produk naik, ketersediaan barang menjadi berkurang. Harganya akan tersundul naik.

Akan tetapi, pergerakan harga bahan pokok di Tanah Air tidak sepenuhnya mengikuti hukum pasar. Ada sejumlah distorsi seperti efek psikologis atau kebiasaan bahwa bila masuk bulan puasa, harga-harga pangan harus naik.

Yang tidak kalah mengganggu ialah permainan stok dan harga oleh tengkulak dan mafia. Dengan distorsi-distorsi itu, walaupun ketersediaan mencukupi, masyarakat sebagai konsumen terpaksa membayar dengan harga lebih mahal.

Presiden Joko Widodo sepekan sebelum memasuki Ramadan 1444 H sempat menyatakan keheranannya. Meski sudah panen raya, harga beras bergeming tetap mahal. Bahkan, di beberapa daerah harga beras masih terus naik.

Kepala Negara heran, rakyat pun pusing tujuh keliling.

Situasi itu sudah menyalahi hukum pasar. Artinya, ada tangan-tangan yang memainkan stok dan harga. Kita sebut saja tangan-tangan mafia. Toh, mafia beras memang benar ada dan itu diakui pula oleh Dirut Bulog Budi Waseso.

Sayangnya, pemerintah seperti tidak berdaya menghadapi mafia beras. Buktinya, harga beras tetap pongah di awal puasa ini meski pemerintah berulang kali mengatakan stok aman yang diperkuat oleh 500 ribu ton beras impor.

Mantra 'stok aman' juga diterapkan di bahan-bahan pokok lainnya. Stok daging aman, stok cabai aman, stok minyak goreng aman, stok telur aman, semua aman. Intinya, kata pak/bu pejabat, ketersedian bahan pokok mencukupi untuk memenuhi kebutuhan Ramadan.

Sesungguhnya masyarakat tidak peduli soal seberapa aman stok. Yang mereka tahu dan rasakan harga-harga naik. Kita perlu ingatkan lagi tugas pemerintah menjaga stabilitas harga bahan pokok di tingkat yang terjangkau. Bukan stabil di tingkat yang mahal.

Pemerintah daerah harus terbiasa bergerak cepat meredam gejolak harga yang lolos dari antisipasi. Koordinasi antardaerah perlu diintensifkan untuk memeratakan pasokan di antara daerah produsen dan daerah konsumen. Jangan sampai harga melonjak di satu daerah dan di daerah lainnya anjlok hingga memukul petani atau peternak.

Di sisi lain, sampai kapan pemerintah mau terus-menerus kalah (atau sengaja mengalah) oleh tingkah mafia? Seperti juga tahun-tahun sebelumnya, Ramadan baru pemulaan. Masih ada momen jelang Hari Raya Idul Fitri yang lagi-lagi bakal memancing permainan harga.

Kita masih ingat permainan stok dan harga minyak goreng pada 2021-2022 yang membuat harga minyak goreng naik hingga tiga kali lipat. Stok produksi melimpah, tetapi minyak goreng murah lenyap dari pasaran.

Sebagian pelakunya diseret ke pengadilan. Namun, kemudian satu per satu mereka diganjar hukuman yang jauh lebih ringan daripada tuntutan. Skor 2-0 untuk mafia.

Tugas stabilitas harga bahan pangan memang bukan perkara mudah. Perlu kerja keras dan keberanian untuk memastikan ketersediaannya mencukupi dan terdistribusi dengan lancar hingga ke tingkat konsumen.

Yang lebih penting lagi ialah memastikan keseimbangan harga yang diterima masyarakat dan pendapatan petani/peternak. Jangan sampai masyarakat terbebani oleh lonjakan harga dan petani menanggung kerugian karena harga merosot.

BACA JUGA