Menyalakan Spirit ASEAN



Views : 1459 - 30 January 2023, 05:00 WIB
img

ASEAN dituntut untuk terus berkembang dan mandiri. Mampu bermetamorfosis dari sekadar organisasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara menjadi sebuah komunitas yang modern, kuat, dan tangguh untuk berperan menjaga stabilitas dan perdamaian, tidak hanya di kawasan, tapi juga global.

Sejumlah permasalahan yang tak kunjung tuntas membuat kapabilitas dan kredibilitas organisasi ini dipertanyakan. Mulai dari berlarut-larutnya penyelesaian kudeta militer di Myanmar hingga masih belum bulatnya konsensus para anggota dalam menyikapi konflik Laut China Selatan.

Tahun ini, Indonesia untuk keempat kalinya akan menyandang status Ketua ASEAN setelah pada 1976, 2003, dan 2011. Indonesia diharapkan mampu menjadi lokomotif untuk membawa ASEAN sebagai organisasi yang efektif berperan bagi stabilitas dan perdamaian di kawasan.

Tentunya dengan tantangan yang bukan hanya dua persoalan stabilitas dan geopolitik di kawasan, tapi juga ancaman resesi global akibat ketidakpastian ekonomi tengah mengintai di sektor perekonomian. Belum lagi upaya pemulihan pascapandemi covid-19 yang menyandera tiga tahun terakhir.

Indonesia telah memulai tanggung jawab sebagai ketua, ditandai dengan penabuhan rebana oleh Presiden Joko Widodo dalam rangkaian acara Kick Off Keketuaan ASEAN 2023.

Indonesia diharapkan mampu membawa ASEAN semakin relevan bagi dunia. ASEAN yang terus menjadi pusat pertumbuhan dengan masyarakatnya yang memiliki resiliensi dan berdaya.

Mengusung tema ASEAN Matters: Epicentrum of Growth, keketuaan Indonesia akan fokus pada penguatan ekonomi kawasan yang tumbuh cepat, inklusif, dan berkelanjutan, serta dapat bertransformasi menjadi kawasan yang berkomitmen pada tujuan pembangunan berkelanjutan.

Yang utamanya dalam proses pemulihan ekonomi, Indonesia perlu mendorong pembangunan kembali pertumbuhan regional, konektivitas, dan daya saing, serta memperkuat ketahanan pangan dan keuangan dengan memastikan rantai pasok pangan.

Bermodal pengalaman sukses dalam presidensi G-20, Indonesia diharapkan akan mampu dan punya potensi memimpin upaya pemulihan ekonomi dan kehidupan di kawasan pascapandemi covid-19. Apalagi ekonomi dalam negeri yang tumbuh impresif memperkuat optimisme dalam keketuaan Indonesia di ASEAN.

Jika sektor ekonomi optimismis bakal pulih, persoalan geopolitik kawasan dan penyelesaian krisis keamanan berkepanjangan bagi rakyat Myanmar masih jauh panggang dari api.

Sejauh ini, ASEAN tak bisa berbuat banyak atas sikap junta yang tidak berminat mengikuti konsensus yang terdiri atas lima poin.

Konsensus Lima Poin menyerukan penghentian kekerasan, dialog dengan semua pemangku kepentingan, menunjuk utusan khusus untuk memfasilitasi mediasi dan dialog, mengizinkan ASEAN untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada warga Myanmar, serta mengizinkan utusan khusus ASEAN untuk mengunjungi dan bertemu dengan pemangku kepentingan di Myanmar.

ASEAN seolah memble alias tidak memiliki taring untuk mendesak junta militer Myanmar menjalankan konsensus. Dengan demikian, Indonesia perlu strategi membalikkan pesimisme dalam menghadapi junta militer Myanmar agar mematuhi konsensus.

Penyelesaian krisis keamanan di Myanmar akan menjadi legitimasi penting bagi peran ASEAN di kawasan sebelum menjangkau peran yang lebih luas di global. Menjadi pembuktian apakah benar-benar berdaya di kawasan, alih-alih terus membiarkan diintervensi kekuatan geopolitik global.

BACA JUGA